Bisnisia.id | Banda Aceh – Aceh mencatat peningkatan kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi di tengah tantangan menurunnya produksi minyak nasional.
Hal ini diungkapkan oleh Said Faisal, Pelaksana Harian Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh, dalam sebuah diskusi online bertajuk ‘Ratoeh Energy: Apakah BBM Subsidi di Aceh Sudah Tepat Sasaran? Upaya Mengatasi Kelangkaan dan Menuju Energi yang Bersih’, pada Kamis (21/11/24), yang diselenggarakan oleh Dewan Energi Mahasiswa Aceh.
Said Faisal menjelaskan bahwa kebutuhan minyak dalam negeri terus meningkat setiap tahunnya, sementara produksi minyak nasional mengalami penurunan sekitar 10% per tahun. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya cadangan minyak alam dan minimnya penemuan ladang minyak baru.
“Perbedaan antara konsumsi dan produksi minyak menempatkan Indonesia dalam posisi yang rentan secara geopolitik, terutama terkait ketergantungan pada pasokan minyak global,” ujarnya.
Pemerintah Aceh telah mengusulkan kuota BBM bersubsidi untuk tahun 2024 sebesar 512.155 kiloliter untuk Bio Solar dan 632.104 kiloliter untuk Pertalite. Namun, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) hanya menetapkan kuota sebesar 411.981 kiloliter untuk Bio Solar dan 585.541 kiloliter untuk Pertalite.
Hingga akhir Oktober 2024, realisasi penggunaan Bio Solar di Aceh telah mencapai 455.244 kiloliter, sementara Pertalite mencapai 585.541 kiloliter.
“Kesenjangan antara usulan dan kuota yang diterima mengindikasikan perlunya strategi baru untuk mendistribusikan BBM secara lebih efisien dan adil,” tegas Said Faisal.
Beban Subsidi BBM yang Meningkat
Peningkatan subsidi BBM menjadi beban besar bagi pemerintah. Said Faisal menekankan perlunya langkah konkret untuk memastikan subsidi BBM tepat sasaran. Salah satu langkah yang diambil adalah penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 191 Tahun 2014 yang mengatur penyediaan, pendistribusian, dan harga jual eceran BBM.
Di Aceh, subsidi BBM disalurkan dengan sistem barcode yang diterapkan pada kendaraan penerima subsidi untuk mencegah penyalahgunaan. Namun, sistem ini masih menghadapi tantangan.
“Faktanya, banyak masyarakat yang seharusnya menerima subsidi justru tidak mendapatkannya, sementara hak mereka diambil oleh pihak yang tidak berhak,” jelasnya.
Pentingnya Penyesuaian Harga Energi
Selain masalah distribusi, Said Faisal juga menyoroti pentingnya penyesuaian harga energi di Indonesia. Menurutnya, harga energi yang terlalu rendah menghambat program diversifikasi energi, termasuk pengembangan energi terbarukan seperti geothermal dan bioenergi. Hal ini juga berdampak pada keberlanjutan program konservasi energi.
“Kebijakan harga energi yang realistis akan mendorong masyarakat untuk lebih hemat dan bijak dalam penggunaan energi, sekaligus mendukung pengembangan sumber energi yang lebih bersih dan ramah lingkungan,” ujarnya.
Kesadaran Kolektif untuk Masa Depan Energi Aceh
Said Faisal menutup diskusi dengan menekankan pentingnya dukungan kolektif dari masyarakat dan berbagai pihak dalam menghadapi tantangan energi di Aceh. Menurutnya, melalui kebijakan yang tepat, pengawasan ketat, dan inovasi teknologi, Aceh dapat memanfaatkan energi secara optimal dan berkelanjutan.
“Dengan langkah-langkah ini, kita dapat memastikan ketersediaan energi yang memadai untuk masa depan yang lebih hijau,” tutupnya.