Bisnisia.id | Banda Aceh – Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh, Ahmadriswan Nasution, menyampaikan bahwa bantuan sosial (bansos) memegang peran penting dalam menekan angka kemiskinan di Aceh. Dalam pemaparan data kemiskinan, ia menekankan pentingnya memahami berbagai indikator statistik guna membangun narasi positif terkait penurunan kemiskinan di Aceh.
“Alhamdulillah, kemiskinan Aceh turun sebesar 1,59 poin, penurunan tertinggi di Sumatera. Namun, kita harus jujur bahwa Aceh masih menjadi provinsi termiskin di Sumatera. Oleh karena itu, diperlukan literasi yang baik untuk memahami angka-angka ini sebagai langkah membangun strategi ke depan,” ujar Ahmadriswan, Kamis (16/1/2025).
Jumlah penduduk miskin di Provinsi Aceh pada per September 2024 sebanyak 718.960 jiwa atau 12,64 persen, turun dari 804,530 jiwa Maret 2024.
Baca juga: Program 3.000 Rumah, Cara Aceh Tekan Kemiskinan
Ahmadriswan menjelaskan bahwa perjalanan menekan angka kemiskinan di Aceh adalah proses panjang yang penuh tantangan. Dari 14,75% pada 1999, angka kemiskinan Aceh sempat melonjak drastis menjadi 28,69% pada 2005 akibat bencana tsunami. Namun, selama dua dekade terakhir, Aceh berhasil menurunkan angka kemiskinan hingga 12,64%.
“Dibutuhkan waktu 23 tahun untuk kembali ke angka 14,75% setelah berbagai peristiwa sulit, seperti konflik, tsunami, dan pandemi COVID-19. Namun, kita patut bangga karena tingkat penurunan kemiskinan Aceh adalah yang tercepat kedua di Sumatera dalam 20 tahun terakhir,” katanya.
Meski demikian, Ahmadriswan mengingatkan bahwa angka tersebut tidak cukup jika hanya melihat penurunan secara statistik.
“Penurunan angka kemiskinan harus bersifat signifikan dan akseleratif, sehingga Aceh benar-benar bangkit dari status termiskin di Sumatera,” tambahnya.
Salah satu faktor kunci yang mendukung penurunan kemiskinan di Aceh adalah peningkatan bansos yang lebih terarah dan merata. Menurut Ahmadriswan, data menunjukkan bahwa rumah tangga miskin di desil 1 dan 2, yang merupakan kategori termiskin, semakin banyak menerima bantuan sosial.
“Sejak 2022 hingga 2024, peningkatan bansos di pedesaan Aceh berkontribusi signifikan terhadap penurunan kemiskinan. Bahkan, penurunan kemiskinan di pedesaan lebih signifikan dibandingkan di kota,” jelasnya.
Namun, ia juga menyoroti tantangan dalam distribusi bansos yang masih terjadi.
Baca juga: Jumlah Penduduk Miskin Aceh Berkurang 85.570 Orang
“Tiga tahun terakhir, kesadaran untuk menyalurkan bansos tepat sasaran semakin baik. Rumah tangga di desil 10, yang tergolong kaya masih ada yang menerima bansos namun sudah bisa dikategorikan jarang. Ini menunjukkan perbaikan dalam mekanisme distribusi,” ujar Ahmadriswan.
Dalam analisisnya, Ahmadriswan juga menyoroti hubungan erat antara garis kemiskinan dan inflasi.
“Garis kemiskinan adalah ukuran utama untuk menentukan apakah rumah tangga masuk kategori miskin atau tidak. Dengan menjaga inflasi tetap rendah, daya beli masyarakat meningkat sehingga konsumsi bisa diperbaiki,” ungkapnya.
Menurutnya, penekanan pada pertumbuhan ekonomi yang berkualitas menjadi langkah strategis dalam menurunkan kemiskinan.
“Pertumbuhan ekonomi saja tidak cukup. Kita harus memastikan bahwa pertumbuhan tersebut berkualitas dan berdampak langsung pada pengurangan kemiskinan,” tegasnya.
Ahmad Riswan menjelaskan bahwa pengukuran kemiskinan oleh BPS tidak hanya didasarkan pada infrastruktur fisik, seperti jalan atau gedung, tetapi lebih kepada aspek konsumsi masyarakat.
“Sering muncul di media sosial, kok Aceh disebut termiskin di Sumatra, padahal jalannya bagus-bagus. Itu karena konsep kemiskinan tidak diukur dari fisik infrastruktur, tetapi konsumsi,” terangnya.
Ia menambahkan, konsumsi mencakup berbagai sektor, termasuk pendidikan, perumahan, dan transportasi. Oleh karena itu, upaya penurunan kemiskinan memerlukan pendekatan lintas sektor yang konvergen, melibatkan pemerintah, swasta, dan masyarakat.
“Semua sektor harus bekerja bersama. Dari sisi swasta, pemerintah, hingga perusahaan, perlu memikirkan bagaimana rumah tangga miskin bisa mengurangi pengeluaran atau meningkatkan pendapatan mereka,” katanya.
Ahmad Riswan juga menyoroti perlunya integrasi data untuk mendukung kebijakan penanggulangan kemiskinan yang lebih efektif.
“Ke depan, kita ingin mendorong adanya satu data kemiskinan. Ini bukan berarti semua data ada di BPS, tetapi data dari berbagai pihak harus konvergen,” ujarnya.