Bisnisia.id|Aceh Utara – Dalam rangka memperingati Hari Santri dan Hari Perempuan Pedesaan 2024, Pemerintah Kabupaten Aceh Utara bersama sejumlah mitra menggelar sosialisasi bertema “Perempuan Berdaya, Anak Terlindungi, Aceh Utara Mulia” di Kantor Camat Cot Girek, Rabu (23/10/2024).
Kegiatan ini digelar atas kolaborasi Pemerintah Aceh Utara bersama Islamic Relief Indonesia, Polres Aceh Utara, Flower Aceh, Baitul Maal, UNICEF, Permampu-INKLUSI, TP PKK, P2TP2A Aceh, PUSPAGA, YouthID, KLA, KPI, dan berbagai jaringan di Aceh Utara.
Acara ini dihadiri oleh lebih dari 350 peserta yang terdiri dari perwakilan instansi pemerintah, aparat penegak hukum, LSM, lembaga pendidikan, hingga organisasi kepemudaan. Sosialisasi ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang hak-hak perempuan dan anak, serta mencegah segala bentuk kekerasan terhadap mereka, termasuk kekerasan seksual dan pernikahan di bawah umur.
Staf Ahli Bupati Aceh Utara, Baihaqi, menyampaikan harapan agar kegiatan ini mampu memperkuat dukungan lintas sektor dalam upaya melindungi perempuan dan anak. “Ini juga menjadi ruang bagi anak-anak untuk berekspresi dan menyuarakan hak mereka,” ujarnya.
Koordinator Islamic Relief Indonesia Wilayah Aceh, Yusrizal, menegaskan bahwa pihaknya akan terus bersinergi dengan pemerintah dalam menyuarakan perlindungan hak anak dan perempuan. “Kami akan melaksanakan kegiatan serupa di beberapa kabupaten lain,” tambahnya.
Selain sosialisasi, acara ini juga diramaikan oleh berbagai aktivitas seperti edukasi membaca label makanan oleh UNICEF dan Flower Aceh, permainan tradisional, serta layanan administrasi kependudukan oleh Disdukcapil Aceh Utara.
Kegiatan ini ditutup dengan deklarasi komitmen bersama untuk terus memperjuangkan hak-hak perempuan dan anak di Aceh Utara.
Sri Mayuliza, perwakilan Forum Perempuan Akar Rumput (FKPAR) Aceh Utara, dalam sesi dialog warga menyampaikan apresiasi kepada Pemerintah Aceh Utara yang telah membuka ruang dialog melalui kegiatan kampanye dan sosialisasi ini.
“Kita semua menyadari pentingnya pemenuhan hak dan perlindungan perempuan dan anak dari berbagai bentuk kekerasan, termasuk perkawinan di usia anak, khususnya di bawah 19 tahun. Hal ini harus diiringi dengan pengawalan hak dan perlindungan mereka melalui kebijakan, anggaran, dan program yang memadai,” ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa keterlibatan semua pihak, mulai dari pemerintah hingga tokoh agama, sangat diperlukan. “Perhatian khusus harus diberikan pada sektor kesehatan, gizi, pendidikan, ekonomi, dan sosial, terutama bagi kelompok marjinal. Selain itu, sangat penting untuk menyusun rencana pemulihan trauma dan perlindungan komprehensif bagi perempuan dan anak di Aceh Utara,” tutup Sri.