Bisnisia.id | Aceh Barat – Dulu dikenal sebagai salah satu sentra penghasil karet terbesar di Aceh, Kabupaten Aceh Barat kini menghadapi tantangan besar dalam memulihkan produktivitas kebun karet yang tersebar di wilayahnya. Dari total 6.000 hektar kebun karet, sekitar 60-70% lahan membutuhkan rehabilitasi agar kembali produktif.
Kepala Bidang Perkebunan Dinas Perkebunan dan Peternakan Aceh Barat, Mustafa, mengatakan sejumlah masalah utama menghambat sektor ini, mulai dari kebun yang tidak produktif hingga serangan hama yang merusak tanaman.
“Saat ini kami sedang menginventarisasi kebun karet rakyat untuk mengetahui mana yang masih produktif. Apalagi, Pabrik Pengolahan Karet PT Potensi Bumi Sakti (PBS) di Woyla akan mulai beroperasi pada Maret,” ungkap Mustafa kepada Bisnisia.id, Selasa (14/01/2025).
Pabrik Baru, Harapan Baru Bagi Petani
Pabrik ini diharapkan mampu menyerap seluruh pasokan karet dari petani, memberikan peluang ekonomi baru bagi masyarakat.
Namun, tantangan utama yang dihadapi petani tidak hanya terkait kebun yang sudah tua dan harga jual yang fluktuatif. Serangan hama juga menjadi kendala yang menurunkan produktivitas.
“Hama seperti jamur akar putih, anai-anai dan semut sering menyerang kebun karet. Jika tidak segera ditangani, serangan ini bisa menyebabkan kerusakan pohon,” jelas Mustafa.
Untuk mengatasi masalah ini, Dinas Perkebunan menilai program rehabilitasi kebun karet sebagai langkah prioritas. Program ini mencakup pembersihan kebun, pemupukan, pengendalian hama, serta penyisipan bibit unggul untuk menggantikan pohon yang rusak atau mati. “Kami yakin, jika kebun yang terlantar direhabilitasi, dalam waktu enam bulan hasil karet bisa langsung diproduksi dan dijual ke pabrik baru yang akan beroperasi maret ini,” tambahnya.
Kembalinya Petani ke Kebun Karet
Selama ini, banyak kebun karet yang terbengkalai karena harga jual yang rendah dan alih fungsi lahan menjadi perkebunan sawit. Namun, dengan operasional pabrik PBS dan kenaikan harga karet saat ini, petani mulai kembali berkebun.
“Beberapa desa seperti Pante Ceureumen, Woyla, dan Arongan sudah mulai aktif merawat kebun mereka,” katanya.
Mustafa juga menyoroti keuntungan besar dengan adanya pabrik lokal. Selama ini, karet dari Aceh Barat dijual ke pengepul dan dikirim ke Medan, sehingga petani menerima harga rendah akibat tingginya biaya transportasi. Dengan pabrik di Aceh Barat, petani akan mendapatkan harga yang lebih baik karena tidak lagi dibebani ongkos kirim.
Namun, tantangan lain adalah keterbatasan kewenangan Dinas Kabupaten. Berdasarkan aturan Kemendagri, rehabilitasi kebun kini menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi.
“Kami hanya dapat menyusun dan mengajukan proposal ke provinsi. Dulu kami bisa membagikan bibit, tapi sekarang semua anggaran dan program berasal dari APBA provinsi,” jelasnya.
Langkah Cepat untuk Mendukung Pabrik Lokal
Mustafa menegaskan pentingnya percepatan program ini agar pasokan karet lokal dapat mendukung operasional pabrik PBS. “Kami sudah mengumpulkan proposal dari masyarakat dan melakukan observasi lapangan. Nantinya, proposal ini akan diajukan ke provinsi. Jangan sampai pasokan karet dari luar yang diterima oleh pabrik di Aceh Barat,” tegas Mustafa.
Operasional pabrik PBS yang direncanakan mulai Maret 2025 diharapkan menjadi titik balik kebangkitan sektor perkebunan karet di Aceh Barat. Dengan fokus pada rehabilitasi kebun dan penanganan hama, Aceh Barat berpotensi kembali menjadi salah satu penghasil karet utama di Aceh.