Bisnisia.id | Banda Aceh – Aliansi Buruh Aceh (ABA), mengungkapkan bahwa perlindungan terhadap tenaga kerja di Aceh masih sangat kurang, terutama dalam hal keselamatan kerja.
Ketua ABA, Syaiful Mar mengungkapkan bahwa banyak pengusaha yang belum memenuhi kewajiban mereka untuk menyediakan perlindungan keselamatan kerja yang memadai, meskipun hal tersebut telah diatur dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Syaiful menjelaskan bahwa sekitar 75 persen pengusaha di Aceh tidak menyediakan alat keselamatan kerja yang lengkap, seperti helm, sepatu, masker, dan perlengkapan lainnya yang wajib digunakan oleh pekerja, terutama di sektor industri, konstruksi, dan pertambangan.
Keadaan ini menyebabkan tingginya angka kecelakaan kerja yang berpotensi fatal, bahkan hingga mengakibatkan kematian.
“Kesalahan ini jelas terletak pada pihak pengusaha yang tidak bertanggung jawab. Seharusnya sebelum pekerja memulai tugas, perlengkapan keselamatan kerja harus sudah dipenuhi dengan lengkap, agar risiko kecelakaan dapat diminimalisir,” ujar Syaiful kepada Bisnisia.id, Senin (26/11/2024).
Baru-baru ini, pada 23 November 2024, tiga pekerja bangunan tewas akibat menghirup gas beracun di penampungan air bawah tanah di Banda Aceh, mengingatkan pada tragedi serupa setahun sebelumnya di Aceh Jaya, tepatnya pada 10 Oktober 2023, di mana tiga pekerja meninggal akibat terjepit alat berat saat bekerja di perkebunan sawit.
Kedua insiden ini menunjukkan lemahnya perlindungan keselamatan kerja di Aceh, di tengah kelalaian pengusaha yang gagal memenuhi standar keselamatan yang diwajibkan, sehingga pekerja di sektor konstruksi dan perkebunan terus menghadapi risiko tinggi.
Lebih lanjut, Syaiful menambahkan bahwa pengusaha juga wajib menyediakan fasilitas lainnya untuk kesejahteraan pekerja, seperti BPJS Ketenagakerjaan, asuransi kecelakaan, tunjangan hari tua, dan asuransi kesehatan.
Jika kewajiban ini tidak dipenuhi, katanya, pengusaha dapat dituntut di pengadilan dan dikenakan sanksi hukum berupa denda atau kurungan, selain kewajiban untuk memberikan ganti rugi kepada pekerja atau keluarga korban kecelakaan kerja.
Syaiful juga mengimbau pemerintah, baik di tingkat provinsi maupun nasional, untuk lebih tegas dalam mengawasi dan menindak pengusaha yang tidak memenuhi standar keselamatan kerja.
“Pemerintah harus memberikan tekanan keras kepada pengusaha yang masih abai terhadap keselamatan pekerja, agar mereka tidak lagi memperlakukan pekerja secara semena-mena,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja harus menjadi prioritas utama, selain sekadar pemberian upah atau ongkos kerja. Pekerja harus merasa aman dan terlindungi dalam setiap kondisi kerja yang mereka jalani.