Bisnisia.id | Banda Aceh – PT Pembangunan Aceh (PEMA) terus memperkuat perannya dalam mendorong transisi energi di Indonesia melalui pengembangan teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) di Arun, Aceh Utara. Proyek ini diharapkan menjadi langkah penting dalam mengurangi emisi karbon sekaligus membuka peluang ekonomi baru di kawasan ASEAN.
“CCS adalah solusi inovatif untuk mendukung pengurangan emisi karbon dan mendukung target Indonesia dalam Perjanjian Paris. Ini bukan hanya proyek lingkungan, tetapi juga peluang ekonomi besar bagi Aceh,” ujar Almer Hafis Sandy, Direktur Komersial PT PEMA, saat memaparkan visi dan potensi proyek tersebut dalam acara Aceh Gayo Sustainable Investment Dialogue (AGASID) 2024 di Banda Aceh, (13/11/2024).
CCS adalah teknologi yang dirancang untuk menangkap karbon dioksida (CO₂) dari emisi industri, menyimpannya, dan mencegahnya dilepaskan ke atmosfer. Di Arun, teknologi ini akan memanfaatkan reservoir gas yang sebelumnya digunakan oleh ExxonMobil. Prosesnya melibatkan penggunaan monoetanolamina untuk menangkap gas CO₂ hingga tingkat kemurnian 99%, yang kemudian disuntikkan ke reservoir di Arun.
Menurut Almer, proyek ini memiliki dampak lingkungan yang signifikan.
“Sejak ditemukannya Arun pada 1971, reservoir ini telah mengeluarkan sekitar 3 juta meter kubik CO₂. Dengan CCS, kami dapat mengubah tantangan itu menjadi peluang, sekaligus menciptakan ekosistem energi yang lebih hijau,” katanya.
Lihat postingan ini di Instagram
Selain menyimpan karbon, teknologi ini juga dapat dimanfaatkan untuk Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS), yaitu pemanfaatan karbon yang ditangkap untuk meningkatkan pemulihan minyak dan gas. Teknologi ini juga memungkinkan produksi hidrogen biru dan amonia biru, yang saat ini menjadi komoditas premium di pasar internasional.
“Kami tidak hanya ingin mengurangi emisi, tetapi juga menciptakan nilai tambah dengan memanfaatkan CO₂ untuk industri. Ini adalah solusi komprehensif yang akan meningkatkan daya saing Aceh di pasar global,” jelas Almer.
Proyek CCS Arun disebut-sebut sebagai yang terbesar di ASEAN. Dengan potensi menyimpan CO₂ dari dalam dan luar negeri, proyek ini juga diharapkan menjadi pusat penyimpanan karbon regional.
“Pajak karbon di negara-negara seperti Singapura dan Eropa sangat tinggi, sehingga Arun memiliki peluang besar untuk menjadi solusi yang lebih efisien bagi industri global,” kata Almer.
Di Singapura, pajak karbon mencapai 25 dolar AS per ton dan diperkirakan meningkat pada 2030. Sementara itu, Indonesia menawarkan tarif yang jauh lebih rendah, yaitu 2 dolar AS per ton.
Proyek CCS di Arun mendapat dorongan dari komitmen Indonesia dalam Perjanjian Paris. Pemerintah menargetkan pengurangan emisi sebesar 29% pada 2030 dengan upaya sendiri, dan hingga 41% dengan dukungan internasional. Teknologi CCS menjadi salah satu pilar penting dalam mencapai target ini.
Selain manfaat lingkungan, Almer menyoroti potensi ekonomi dari proyek ini. “Perusahaan yang menggunakan CCS dapat mendapatkan insentif seperti pengurangan pajak, akses ke kredit hijau, serta peningkatan nilai produk mereka di pasar global,” ungkapnya.

Proyek ini juga diharapkan membuka ribuan lapangan kerja baru di Aceh, terutama di sektor energi hijau, manufaktur, dan teknologi.
Meskipun memiliki potensi besar, proyek ini juga menghadapi tantangan signifikan, termasuk kebutuhan investasi besar dan transfer teknologi. PT PEMA menargetkan penelitian kelayakan selesai pada 2023, dengan penerapan teknologi dan konstruksi dimulai pada 2026. Operasi penuh diharapkan dapat dimulai pada 2031.
“Kami membutuhkan dukungan dari investor internasional, pemerintah, dan masyarakat untuk mewujudkan proyek ini. Dengan kolaborasi yang baik, CCS Arun dapat menjadi model bagi pengembangan teknologi hijau di Indonesia,” kata Almer.