Bisniskita.id | Banda Aceh – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Perwakilan Aceh mencatat kinerja sektor jasa keuangan di Aceh sampai dengan Juli 2023 tumbuh positif. Selain itu likuiditas juga memadai dan tingkat risiko yang terjaga.
“Penyaluran dana pembiayaan maupun penghimpunan dana masyarakat meningkat yang menjadi salah satu indikator perekonomian Aceh yang semakin bergeliat,” kata Kepala OJK Aceh, Yusri dalam keterangan tertulis, Selasa, 3 Oktober 2023.
Menurut Yusri, kinerja sektor jasa keuangan tersebut mendukung pertumbuhan ekonomi Aceh pada Quartal (Q)2-2023 yang tercatat sebesar 4,37 persen year-on-year (yoy) dan sedikit lebih rendah dari periode Q1-2023 sebesar 4,63 persen (yoy).
Yusri menyebutkan kinerja positif sektor jasa keuangan dilandasi kepercayaan masyarakat atas pelindungan konsumen yang dijalankan secara bertanggungjawab dan konsisten oleh OJK. Termasuk upaya penindakan bentuk aktivitas keuangan ilegal yang dijalankan oleh satgas pemberantasan aktivitas keuangan ilegal.
Lebih lanjut Yusri menyebutkan, kinerja intermediasi Bank Umum (BU) di Aceh terus tumbuh, pada Juli 2023, pembiayaan tumbuh 11,78 persen yoy menjadi Rp36,47 triliun dan tumbuh 1,05 persen dari Juni 2023 sebesar Rp36,10 triliun.
Selain itu, Financing to Deposit Ratio (FDR) BU di Aceh pada Juli 2023 tercatat 94,22 persen, atau lebih tinggi dari FDR BU nasional sebesar 82,90 persen. Selain disebabkan oleh peningkatan pembiayaan juga karena Dana Pihak Ketiga (DPK) sedikit turun sebesar 0,37 persen (mtm) dari Rp38,86 triliun menjadi Rp38,71 triliun.
Yusri juga menjelaskan, rasio pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing/NPF) BU di Aceh sebesar 1,94 persen atau lebih baik dari rasio NPF BU nasional sebesar 2,51 persen. Bahkan rasio risiko atas kredit (Loan at Risk/LaR) BU di Aceh sebesar 6,69 persen.
“Angka tersebut turun dari bulan sebelumnya sebesar 7,00 persen dan jauh lebih baik dari LaR BU nasional sebesar 12,59 persen,” ujar Yusri.
Lebih lanjut Yusri menjelaskan, pembiayaan kepada sektor konsumtif turun dari bulan sebelumnya. Hal tersebut sejalan dengan peningkatan porsi pembiayaan produktif, di mana porsi pembiayaan berdasarkan jenis penggunaan untuk modal kerja Juli 2023 sebesar 18,22 persen (Juni 2023: 18,32 persen) dan porsi pembiayaan investasi sebesar 13,11 persen (Juni 2023: 12,63 persen).
“Sehingga porsi pembiayaan konsumsi turun menjadi 68,67 persen (Juni 2023: 69,05 persen),” ujarnya.
Yusri juga mengungkapkan bahwa pada porsi pembiayaan kepada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) meningkat menjadi 27,65 persen (Juni 2023: 27,32 persen). Meskipun penyaluran pembiayaan pada sektor pemilikan peralatan rumah tangga lainnya (termasuk multiguna) masih mendominasi sebesar 58,48 persen.
“Namun porsi tersebut terus turun dari Mei 2023 sebesar 59,50 persen dan Juni sebesar 58,85 persen,” ujarnya.
Sementara itu, porsi pembiayaan sektor perdagangan besar dan eceran sebesar 14,57 persen (Juni 2023: 14,64 persen). Selain itu pembiayaan sektor kepemilikan rumah tinggal sebesar 7,62 persen (Juni 2023: 7,61 persen).
Kemudian, pertanian perburuan dan kehutaanan sebesar 5,50 persen (Juni 2023: 5,32 persen). Sedangkan industri pengolahan dan kepemilikan kendaraan bermotor menjadi masing-masing 3,25 persen dan 2,26 persen (Juni 2013: 3,21 persen dan 2,27 persen).
Yusri menjelaskan, rentabilitas BU Juli 2023 terjaga positif tercermin dari rasio ROA sebesar 2,79 persen dari Juni 2023 sebsar 2,77 persen dengan kondisi likuiditas kuat. Hal itu tercermin dari rasio Current Account to Saving Account yang tinggi sebesar 76,25 persen turut (Juni 2023: 75,28 persen) mempengaruhi efisiensi pada BU di Aceh.
Untuk memperkuat penerapan tata kelola, kata Yusri, OJK telah menerbitkan POJK Nomor 17 tahun 2023 tentang Penerapan Tata Kelola bagi Bank Umum, selain melakukan penkinian terhadap ketentuan tata kelola bank umum sebelumnya, juga mengatur terkait remunerasi, aspek pemegang saham terkait dividen, penerapan Strategi Anti-Fraud, penerapan keuangan berkelanjutan, dan tata kelola dalam KUB.
“Penyempurnaan POJK tata kelola ini telah mengacu dan diselaraskan pada berbagai standar internasional antara lain Basel Committee on Banking Services (BCBS), Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), ataupun Internatioal Finance Corporation (IFC),” ujar Yusri.
Menurutnya, kinerja intermediasi BPR/BPRS di Aceh juga mengalami akselerasi di mana pembiayaan pada Juli 2023 tumbuh sebesar 18,64 persen (yoy) menjadi Rp670 miliar dan DPK tumbuh 1,79 persen (yoy) menjadi Rp547 miliar.
Di samping itu, rasio pembiayaan (Financing to Deposit Ratio/FDR) Bank Pembiayaan Rakyat (BPR) atau Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) (BPRS) di Aceh pada Juli 2023 terus dioptimalkan mencapai 122,55 persen dengan rasio NPF sebesar 8,24 persen.
“Di mana rasio NPF tersebut senantiasa lebih rendah dibandingkan dengan rasio NPF BPR atau BPRS nasional sebesar 9,35 persen,” ujarnya.
Yusril juga menjelaskan, porsi pembiayaan modal kerja sebesar 54,05 persen dari total pembiayaan (Juni 2023: 53,47 persen), diikuti dengan Konsumsi sebesar 29,43 persen (Juni 2023: 29,15 persen) dan Investasi sebesar 16,52 persen (Juni 2023: 17,37 persen).
Selanjutnya, porsi penyaluran BPR atau BPRS kepada UMKM tercatat sebesar 77,68 persen (Juni 2023: 77,19 persen) dan kepada non-UMKM sebesar 22,32 persen (Juni 2023: 22,81 persen).
Berdasarkan lapangan usaha, porsi terbesar masih didominasi oleh sektor perdangan besar dan eceran sebesar 33,23 persen (Juni 2023: 33,68 persen). Kemudian diikuti oleh sektor bukan lapangan usaha lainnya serta rumah tangga sebesar 29,44 persen (Juni 2023: 29,13 persen), dan sektor jasa kemasyarakatan sebesar 9,03 persen (Juni 2023: 7,28 persen).
“Untuk itu, kami terus meminta BPR atau BPRS melakukan penguatan permodalan dan pemenuhan modal inti minimum agar dapat berkompetisi dengan lebih baik. Bagi BPR atau BPRS,” ujar Yusri.
Menurut Yusri, bagi yang tidak dapat memenuhi ketentuan modal inti minimum Rp6 miliar sampai dengan batas waktu yang ditentukan BPR sampai akhir 2024. Sedangkan BPRS akhir 2025.
“Maka OJK dapat memerintahkan untuk melakukan penggabungan atau konsolidasi dengan BPR atau BPRS lainnya,” pungkasnya.