Fenomena Fear of Missing Out (FOMO) muncul sebagai hasil dari perkembangan teknologi informasi dan media sosial yang pesat. FOMO merujuk pada perasaan cemas yang timbul ketika seseorang merasa tertinggal atau tidak terlibat dalam pengalaman, tren, atau kesempatan yang diikuti oleh orang lain. Perasaan ini mendorong individu untuk berpartisipasi dalam konsumsi berlebihan sebagai respons terhadap tekanan sosial yang semakin meningkat.
Fenomena FOMO berkembang pesat di kalangan masyarakat dengan adanya media sosial elektronik dan akses informasi yang terus-menerus. Banyak orang merasa perlu mengikuti tren terbaru, memiliki barang-barang mewah, dan berpartisipasi dalam aktivitas sosial tertentu yang ditampilkan oleh orang lain. FOMO berhubungan erat dengan kecenderungan konsumtif yang dapat memengaruhi gaya hidup individu.
Di sisi lain, perilaku konsumtif yang dipicu oleh FOMO juga memberikan dampak langsung pada ekonomi. Pada tingkat individu, hal ini dapat menyebabkan terjeratnya seseorang dalam utang konsumtif, seperti pinjaman, kredit bank, atau bahkan pinjaman online (pinjol). Sementara itu, pada tingkat makro, perilaku konsumtif ini dapat memengaruhi tingkat inflasi, memperburuk ketimpangan sosial, dan menggoyahkan kestabilan ekonomi negara.
FOMO bertindak sebagai pendorong utama gaya hidup konsumtif, baik secara individu maupun kelompok. Setiap individu merasa tertekan untuk membeli barang-barang atau berpartisipasi dalam kegiatan sosial yang dianggap “harus dimiliki” atau diikuti. Tekanan sosial yang dipicu oleh media sosial memperburuk situasi ini, mendorong individu membeli barang-barang yang sebenarnya tidak mereka butuhkan.

Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Jabal Ghafur
Konsep hedonic treadmill menjelaskan bahwa individu yang terus-menerus mengejar barang atau pengalaman baru akhirnya merasa tidak puas, sehingga terjebak dalam siklus konsumsi berlebihan.
Salah satu kelompok yang paling terdampak oleh fenomena ini adalah mahasiswa. Sebagai pengguna aktif media sosial, mahasiswa menjadi kelompok yang sangat rentan terhadap FOMO. Fenomena ini berdampak pada berbagai aspek kehidupan mereka, termasuk kesehatan mental, pola konsumsi, dan stabilitas ekonomi pribadi.
Mahasiswa yang terpapar media sosial cenderung merasa cemas dan stres akibat perbandingan sosial yang berlebihan. Tekanan untuk mengikuti gaya hidup teman sering membuat mereka kurang percaya diri dan mengalami overthinking.
Kelompok usia 18–24 tahun, yang mencakup mayoritas mahasiswa, adalah kelompok paling terdampak oleh fenomena ini. Ketergantungan mereka pada media sosial juga berdampak pada produktivitas akademik, karena waktu belajar sering terganggu oleh fokus pada tren sosial di media sosial.
Dampak pada Keuangan
Peningkatan konsumsi yang didorong oleh FOMO dapat menyebabkan ketidakseimbangan finansial individu. Pengeluaran berlebihan sering kali tidak disertai perencanaan keuangan yang matang, sehingga berpotensi menambah utang konsumsi. Ketergantungan pada kredit atau pinjaman untuk mendanai gaya hidup konsumtif juga meningkatkan risiko kebangkrutan individu.
Pada tingkat makro, tren gaya hidup konsumtif yang didorong oleh FOMO dapat memperburuk ketimpangan sosial dan menambah tingkat inflasi. Konsumsi berlebihan menciptakan ketergantungan pada pengeluaran yang tidak produktif, memperburuk rasio tabungan, dan mengurangi investasi pada sektor produktif.
Solusi untuk Mengurangi Dampak FOMO
FOMO dapat memengaruhi gaya hidup individu, kelompok, atau masyarakat secara keseluruhan, mengarah pada perilaku konsumtif yang berlebihan. Pada akhirnya, hal ini berpotensi merusak stabilitas ekonomi individu maupun kolektif. Oleh karena itu, diperlukan perhatian lebih pada literasi keuangan dan kebijakan untuk membantu individu mengelola keinginan konsumsi yang tidak terkendali.
Pendidikan literasi keuangan dan pemahaman tentang dampak sosial dari konsumsi berlebihan sangat penting untuk menciptakan masyarakat yang lebih stabil secara ekonomi. Selain itu, penting untuk memprioritaskan kebutuhan di atas keinginan, serta mengembangkan kesadaran diri untuk mengurangi tekanan sosial.
Membatasi waktu penggunaan media sosial juga dapat membantu individu mengelola waktu dan fokus pada hal-hal yang lebih bermanfaat. Dalam konteks ini, konsep maslahah dalam ekonomi Islam, yang menekankan konsumsi berorientasi pada kesejahteraan jangka panjang, dapat menjadi panduan bagi individu untuk membuat keputusan keuangan yang lebih bijak.
Fenomena FOMO merupakan tantangan besar yang memengaruhi gaya hidup dan stabilitas ekonomi, baik pada tingkat individu maupun masyarakat. Namun, dengan pendekatan yang tepat, dampak negatif FOMO dapat diminimalkan.
Dengan meningkatkan kesadaran akan pentingnya pengelolaan keuangan dan fokus pada pengembangan diri, setiap individu dapat menciptakan kehidupan yang lebih seimbang, baik secara emosional maupun finansial.
Penulis Muhammad Haiqal, S.E., M.E.
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Jabal Ghafur, Pidie.