FOMO Dorong Gaya Hidup Konsumtif, Ancam Stabilitas Ekonomi Individu dan Masyarakat

Fenomena Fear of Missing Out (FOMO) muncul sebagai hasil dari perkembangan teknologi informasi dan media sosial yang pesat. FOMO merujuk pada perasaan cemas yang timbul ketika seseorang merasa tertinggal atau tidak terlibat dalam pengalaman, tren, atau kesempatan yang diikuti oleh orang lain. Perasaan ini mendorong individu untuk berpartisipasi dalam konsumsi berlebihan sebagai respons terhadap tekanan sosial yang semakin meningkat.

Fenomena FOMO berkembang pesat di kalangan masyarakat dengan adanya media sosial elektronik dan akses informasi yang terus-menerus. Banyak orang merasa perlu mengikuti tren terbaru, memiliki barang-barang mewah, dan berpartisipasi dalam aktivitas sosial tertentu yang ditampilkan oleh orang lain. FOMO berhubungan erat dengan kecenderungan konsumtif yang dapat memengaruhi gaya hidup individu.

Di sisi lain, perilaku konsumtif yang dipicu oleh FOMO juga memberikan dampak langsung pada ekonomi. Pada tingkat individu, hal ini dapat menyebabkan terjeratnya seseorang dalam utang konsumtif, seperti pinjaman, kredit bank, atau bahkan pinjaman online (pinjol). Sementara itu, pada tingkat makro, perilaku konsumtif ini dapat memengaruhi tingkat inflasi, memperburuk ketimpangan sosial, dan menggoyahkan kestabilan ekonomi negara.

Baca juga:  Program Makan Bergizi Gratis Dimulai di 26 Provinsi

FOMO bertindak sebagai pendorong utama gaya hidup konsumtif, baik secara individu maupun kelompok. Setiap individu merasa tertekan untuk membeli barang-barang atau berpartisipasi dalam kegiatan sosial yang dianggap “harus dimiliki” atau diikuti. Tekanan sosial yang dipicu oleh media sosial memperburuk situasi ini, mendorong individu membeli barang-barang yang sebenarnya tidak mereka butuhkan.

WhatsApp Image 2024 12 11 at 12.07.28
Muhammad Haiqal, S.E., M.E.
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Jabal Ghafur

Konsep hedonic treadmill menjelaskan bahwa individu yang terus-menerus mengejar barang atau pengalaman baru akhirnya merasa tidak puas, sehingga terjebak dalam siklus konsumsi berlebihan.

Salah satu kelompok yang paling terdampak oleh fenomena ini adalah mahasiswa. Sebagai pengguna aktif media sosial, mahasiswa menjadi kelompok yang sangat rentan terhadap FOMO. Fenomena ini berdampak pada berbagai aspek kehidupan mereka, termasuk kesehatan mental, pola konsumsi, dan stabilitas ekonomi pribadi.

Mahasiswa yang terpapar media sosial cenderung merasa cemas dan stres akibat perbandingan sosial yang berlebihan. Tekanan untuk mengikuti gaya hidup teman sering membuat mereka kurang percaya diri dan mengalami overthinking.

Kelompok usia 18–24 tahun, yang mencakup mayoritas mahasiswa, adalah kelompok paling terdampak oleh fenomena ini. Ketergantungan mereka pada media sosial juga berdampak pada produktivitas akademik, karena waktu belajar sering terganggu oleh fokus pada tren sosial di media sosial.

Baca juga:  Akhir 2025 Semua Anak Dapat Makan Bergizi Gratis

Dampak pada Keuangan
Peningkatan konsumsi yang didorong oleh FOMO dapat menyebabkan ketidakseimbangan finansial individu. Pengeluaran berlebihan sering kali tidak disertai perencanaan keuangan yang matang, sehingga berpotensi menambah utang konsumsi. Ketergantungan pada kredit atau pinjaman untuk mendanai gaya hidup konsumtif juga meningkatkan risiko kebangkrutan individu.

Pada tingkat makro, tren gaya hidup konsumtif yang didorong oleh FOMO dapat memperburuk ketimpangan sosial dan menambah tingkat inflasi. Konsumsi berlebihan menciptakan ketergantungan pada pengeluaran yang tidak produktif, memperburuk rasio tabungan, dan mengurangi investasi pada sektor produktif.

Solusi untuk Mengurangi Dampak FOMO
FOMO dapat memengaruhi gaya hidup individu, kelompok, atau masyarakat secara keseluruhan, mengarah pada perilaku konsumtif yang berlebihan. Pada akhirnya, hal ini berpotensi merusak stabilitas ekonomi individu maupun kolektif. Oleh karena itu, diperlukan perhatian lebih pada literasi keuangan dan kebijakan untuk membantu individu mengelola keinginan konsumsi yang tidak terkendali.

Baca juga:  Indonesia vs Arab Saudi: Misi Bangkit Garuda di Kualifikasi Piala Dunia 2026

Pendidikan literasi keuangan dan pemahaman tentang dampak sosial dari konsumsi berlebihan sangat penting untuk menciptakan masyarakat yang lebih stabil secara ekonomi. Selain itu, penting untuk memprioritaskan kebutuhan di atas keinginan, serta mengembangkan kesadaran diri untuk mengurangi tekanan sosial.

Membatasi waktu penggunaan media sosial juga dapat membantu individu mengelola waktu dan fokus pada hal-hal yang lebih bermanfaat. Dalam konteks ini, konsep maslahah dalam ekonomi Islam, yang menekankan konsumsi berorientasi pada kesejahteraan jangka panjang, dapat menjadi panduan bagi individu untuk membuat keputusan keuangan yang lebih bijak.

Fenomena FOMO merupakan tantangan besar yang memengaruhi gaya hidup dan stabilitas ekonomi, baik pada tingkat individu maupun masyarakat. Namun, dengan pendekatan yang tepat, dampak negatif FOMO dapat diminimalkan.

Dengan meningkatkan kesadaran akan pentingnya pengelolaan keuangan dan fokus pada pengembangan diri, setiap individu dapat menciptakan kehidupan yang lebih seimbang, baik secara emosional maupun finansial.

Penulis Muhammad Haiqal, S.E., M.E.
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Jabal Ghafur, Pidie.

Editor:

Bagikan berita:

Popular

Berita lainnya

Per Maret 2024, Capaian Pemadanan NIK Menjadi NPWP di Aceh Sebesar 1.079.416 Orang

Banda Aceh - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) senantiasa melakukan...

Zona Tsunami Kian Padat, Pendidikan Kebencanaan Tidak Boleh Abai

Bisnisia.id | Banda Aceh – Masyarakat yang tinggal di...

Pemerintah Aceh Buka Seleksi Kepala BPMA 2024, Ini Syarat dan Ketentuannya

Bisnisia.id | Banda Aceh - Pemerintah Aceh resmi...

Pertamina Raih Penghargaan BUMN Terbaik dalam Keterbukaan Informasi Publik

Bisniskita.id | Jakarta - Pertamina dinobatkan sebagai BUMN terbaik...

Progres Infrastruktur IKN Capai 61,7%, Pemindahan ASN Dimulai Awal 2025

Bisnisia.id | Jakarta – Wakil Menteri Pekerjaan Umum dan...

Hingga November 2024, Realisasi Pendapatan APBN Regional Aceh Capai Rp6,54 T

Bisnisia.id | Banda Aceh – Realisasi pendapatan APBN Regional...

Ketika Bahlil dan Nasri Mendiskusikan Potensi Migas Aceh

Bisnisia.id | Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya...

Pembukaan PON XXI Aceh-Sumut Digelar Meriah, Hadirkan Artis Nasional dan Budaya Lokal

BANDA ACEH – Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Aceh-Sumatera...

KJRI Cape Town Gagas Pasar Rakyat Indonesia di Afrika

Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Cape Town dan Persatuan...

Indonesia dan Australia Tukar Keahlian Pekerja

Buruan, Pertamina Buka 261 Lowongan KerjaIndonesia dan Australia menandatangani...

Eksplorasi Gas di Aceh Jadi Prioritas PLN dalam Mewujudkan Energi Terbarukan

Bisnisia.id | Jakarta - PT PLN (Persero) bersama Mubadala Energy...

Dari Proyek Fiktif hingga Vonis Ringan, Wajah Korupsi Dana Desa Aceh

Bisnisia.id | Banda Aceh – Korupsi dana desa kembali...

Bahaya Judi dan Pinjol Ilegal, Menkominfo: Jangan Sampai Terjerat!

Saat ini, fenomena judi online sedang marak  di kalangan...

Ekonom Peringatkan Dampak Tarif AS: RI Perlu Reformasi Dagang dan Kebijakan Fiskal yang Tepat

BISNISIA.ID – Kebijakan tarif impor sebesar 32 persen yang...

Indonesia-AS Perkuat Kerja Sama Energi dan Mineral Berkelanjutan

Bisniskita.id | Jakarta – Pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat sepakat...

Abu Lamkawe Wafat, Pj Gubernur Safrizal: Aceh Kehilangan Sosok Panutan

Bisnisia.id | BANDA ACEH -- Innalillahi Wainnailaihi Rajiun. Rakyat...

Produk Makanan Laut Indonesia Sukses Raih Perhatian di Fine Food Australia 2024, Potensi Transaksi Capai Rp61,44 M

Bisnisia.id | Melbourne – Produk makanan laut Indonesia sukses menjadi...

Pelita Air Bakal Gabung Garuda Group, Erick Thohir Targetkan Maskapai Premium Ekonomi  

Bisnisia.id | Jakarta – Menteri Badan Usaha Milik Negara...

Pantai Kuta Padang, Sebuah Oase Urban untuk Menikmati Akhir Pekan

Bisniskita.id | Meulaboh - Mendatangi pantai adalah salah satu...