Bisnisia.id | Jakarta – Pemerintah Indonesia menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 8% pada tahun 2028-2029. Target ini dianggap realistis mengingat Indonesia pernah mencapai angka pertumbuhan ekonomi 8,2% pada tahun 1995, yang didorong oleh sektor-sektor kunci seperti manufaktur, industri otomotif, konstruksi, jasa, dan investasi.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyampaikan hal tersebut dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang bertema Implementasi Asta Cita Menuju Indonesia Emas 2045 di Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (7/11/2024). Menurut Airlangga, meskipun tantangannya besar, target pertumbuhan ekonomi 8% dapat tercapai asalkan sektor-sektor utama didorong secara optimal.
“Presiden meminta kita tumbuh 8 persen, dan itu memungkinkan karena kita pernah mencapainya. Oleh karena itu, kita harus terus menjaga sektor konsumsi, meningkatkan investasi sekitar 10 persen, ekspor tumbuh 9 persen, serta mendorong sektor hilirisasi, jasa, pariwisata, konstruksi, perumahan, ekonomi digital, serta pengembangan industri baru seperti semikonduktor dan transisi energi atau green energy,” ujar Airlangga.
Menko Airlangga juga menjelaskan bahwa berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada Triwulan III-2024, ekonomi Indonesia tercatat tumbuh 4,95% (yoy) atau 5,03% (ctc). Jawa menjadi kontributor terbesar dengan kontribusi sebesar 56,84%, yang berasal dari sektor industri pengolahan, perdagangan, dan konstruksi.
Selain itu, ada 15 provinsi yang mencatatkan pertumbuhan ekonomi di atas rata-rata nasional pada Triwulan III-2024. Provinsi Papua Barat mencatatkan pertumbuhan tertinggi, yaitu 19,56%, diikuti oleh Sulawesi Tengah dengan 9,08%. Pertumbuhan ini didorong oleh hilirisasi sektor industri pengolahan dan pertambangan.
“Ini membuktikan bahwa dengan industrialisasi dan hilirisasi kita bisa maju. Hal ini juga yang membuat Presiden yakin bahwa pertumbuhan 8% itu bisa tercapai,” tambah Airlangga.
Namun, meski ada potensi pertumbuhan yang positif, ketimpangan pendapatan antar daerah masih menjadi tantangan. Berdasarkan data PDRB per kapita, terdapat perbedaan signifikan antara kabupaten/kota dengan pendapatan tertinggi, yaitu USD33.267, dan kabupaten/kota dengan pendapatan terendah, yang hanya USD658. Untuk itu, selain memperhatikan angka PDRB, pemerintah daerah juga diharapkan memperhatikan kualitas pertumbuhan ekonomi, seperti penurunan tingkat kemiskinan dan rasio gini.
“Seperti Kalimantan Utara dan Kalimantan Timur yang memiliki PDRB per kapita tinggi, namun kemiskinan dan rasio gini rendah. Ini menunjukkan bahwa kualitas pertumbuhan juga harus menjadi perhatian,” ungkap Airlangga.
Pemerintah daerah juga diharapkan dapat menjaga inflasi pangan (volatile food/VF) di bawah 5% untuk memastikan capaian inflasi tahun 2024 tetap terkendali, khususnya menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) seperti Natal dan Tahun Baru.
Menko Airlangga juga menyoroti beberapa kebijakan strategis untuk menjaga dan mendorong pertumbuhan ekonomi, antara lain mendorong hilirisasi sumber daya alam (SDA), menurunkan nilai ICOR (Incremental Capital-Output Ratio), serta memanfaatkan infrastruktur yang tersedia untuk meningkatkan konektivitas antar daerah. Selain itu, pemerintah juga akan memperkuat pelatihan vokasi dan program upskilling dan reskilling bagi tenaga kerja di kawasan industri atau Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
“Jangan lupa juga program Kredit Usaha Rakyat (KUR), yang diharapkan bisa mendorong UMKM untuk semakin berdaya,” tutup Airlangga.