Bisnisia.id | Jakarta – Pemerintah Republik Indonesia memastikan tidak akan menarik Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Saat ini, pemerintah telah mengajukan surat presiden (surpres) kepada DPR dan hanya menunggu penjadwalan pembahasan RUU tersebut.
Pernyataan ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra dalam keterangan resminya setelah menerima kunjungan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, Kamis (7/11/2024).
“Jika sudah diajukan, maka pemerintah tidak akan menariknya,” ujar Yusril.
Sebagai Menko Kumham, Yusril menyatakan bahwa dirinya akan berkoordinasi dengan Menteri Hukum dan HAM terkait beberapa poin yang terdapat dalam RUU Perampasan Aset. Beberapa undang-undang lain yang relevan juga akan ditinjau, diganti, atau disesuaikan demi memperkuat penegakan hukum di Indonesia.
“Semua langkah ini kami koordinasikan untuk menjamin kepastian hukum dan mendukung pertumbuhan ekonomi,” tambahnya.
Dalam kesempatan yang sama, Yusril bersama pimpinan KPK juga membahas berbagai keluhan dari warga negara asing yang diajukan melalui kedutaan besar mereka, khususnya terkait proses pengurusan Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) di Indonesia yang dinilai rumit.
Menurut Yusril, pengurusan izin kerja bagi pekerja asing di Indonesia saat ini memerlukan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) dari Kementerian Tenaga Kerja atau izin kerja setara lainnya. Setelah mendapatkan RPTKA, Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) akan mengeluarkan notifikasi untuk diproses ke visa kerja oleh Imigrasi. Setelah itu, pekerja asing baru dapat memasuki Indonesia untuk mengurus visa lebih lanjut.
“Jika dibutuhkan, kami akan mempertimbangkan layanan satu pintu serta peningkatan layanan digital atau online agar masyarakat dapat dilayani secara cepat, tepat, dan akurat sehingga dapat mendorong perekonomian bangsa,” ujar Yusril.
Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset bertujuan untuk memperkuat upaya pemberantasan korupsi dan kejahatan ekonomi di Indonesia dengan memungkinkan negara merampas aset-aset yang diperoleh dari hasil tindak pidana.
Proses penyusunan RUU ini telah berlangsung sejak 2008 dan berkali-kali masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Meski terus didorong oleh masyarakat sipil dan lembaga antikorupsi seperti KPK, pengesahannya sering kali tertunda karena dianggap perlu perumusan yang lebih hati-hati agar sejalan dengan prinsip hukum, terutama asas praduga tak bersalah. Hingga kini, meskipun Presiden Jokowi sudah mengirimkan surat pada 2023 untuk mempercepat pembahasannya, RUU ini masih belum disahkan dan kembali masuk daftar prioritas Prolegnas 2024
Diharapkan, dengan pengesahan RUU Perampasan Aset, upaya untuk menciptakan efek jera bagi pelaku korupsi serta kejahatan ekonomi lainnya akan semakin kuat, sekaligus meningkatkan kepercayaan publik terhadap komitmen pemerintah dalam reformasi hukum.