Aliran Kuala Mon Ikeun berarus tenang siang Senin, 23 Desember 2024. Tampak cahaya matahari memantul di permukaan air Teupin Gaki. Sebuah ‘perahu naga’ meluncur perlahan, kayunya yang berwarna cerah kontras dengan latar perbukitan hijau.
Di atas perahu, suara tawa dan obrolan bercampur dengan deru ombak. Ada seorang ibu yang memangku balitanya, sesekali membetulkan topi kecil di kepala si bocah. Di sudut lain, seorang bapak terlihat mengarahkan pandangan jauh ke depan, sementara tangannya erat menggenggam lengan anak remajanya, seolah ingin memastikan semuanya baik-baik saja.
“Bangga sekali saya melihat masyarakat bisa bangkit kembali setelah masa-masa sulit dua dekade lalu,” ujar Rijal, pria berusia 48 tahun yang duduk di tepi dermaga, matanya tak lepas memandang perahu yang semakin menjauh.
Rijal bukan sekadar penonton, ia adalah bagian dari kisah panjang desa ini. Dua puluh tahun lalu, tsunami dahsyat melanda Aceh, merenggut 14 anggota keluarganya dalam hitungan menit.
Hari itu, suara riuh wisatawan di perahu naga terasa baginya seperti penanda sebuah kebangkitan—harapan yang perlahan hadir kembali di tanah yang pernah dilanda duka mendalam.
“Sebenarnya, saya sangat enggan untuk mengulang cerita itu,” ujar Rijal dengan suara parau, seakan ada beban yang tak kunjung hilang.
Kehilangan keluarga, rumah, dan hampir semua orang terdekatnya, adalah luka yang terus menganga, bahkan bertahun-tahun kemudian.
“Meski berat, setelah tsunami hidup harus berjalan seperti biasa,” kata Rijal, berusaha terdengar tabah. Namun, tak ada yang bisa menyembunyikan kesedihan yang tampak jelas dari bola matanya yang mulai berkaca-kaca.
Dua Dekade Pasca Tsunami
Bencana tsunami menghancurkan desa ini secara total, baik dari sisi fisik maupun sosial.
Sebelum bencana tsunami 2004, Kecamatan Lhoknga memiliki populasi sekitar 7.500 jiwa. Namun, pasca tsunami, jumlah penduduknya menurun drastis menjadi sekitar 400 jiwa. Berdasarkan data BPS tahun 2022, populasi Kecamatan Lhoknga telah meningkat kembali, dengan total 17.779 jiwa.
Beberapa hari pasca tsunami, suasana Mon ikeun dibalut suram. Beberapa masyarakat yang selamat lebih memilih pergi ke tempat pengungsian yang lebih aman. Namun, kemudian ikatan batin dengan tempat lahirnya membuat mereka kembali pulang ke Mon Ikeun, meski harus melalui hari kembali di bawah bayang-bayang trauma.
“Kondisi kampung hancur total, 3/4 penduduk hilang. Kalau ada 10 orang, 7 hilang, tinggal 3. Tapi dengan bantuan-bantuan dan keinginan kami untuk bangkit, pelan-pelan kami mulai memulihkan keadaan sejak pertengahan 2005,” kata Rijal.
Meski awalnya trauma membayangi, masyarakat perlahan mulai menemukan cara untuk membangun kembali kehidupan mereka.
Dua puluh tahun setelah tsunami 26 Desember 2004 yang meluluhlantakkan Aceh, Desa Mon Ikeun di Kecamatan Lhoknga menjadi salah satu potret bagaimana masyarakat pesisir bangkit dari keterpurukan. Dengan kerja keras, desa ini tidak hanya memulihkan sektor ekonomi tetapi juga meningkatkan kesiapan menghadapi bencana di masa depan.
Mon Ikeun, Desa Terluas di Kecamatan Lhoknga
Desa Mon Ikeun, yang merupakan desa terluas di Kecamatan Lhoknga, memiliki berbagai fasilitas publik, termasuk kantor camat, puskesmas, dan beberapa sekolah. Saat ini, desa tersebut terus berupaya mengembangkan sektor pariwisata dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesiapan menghadapi bencana.
Ekonomi Bangkit Melalui Pariwisata Lokal
Kini Mon Ikeun mulai berbenah, pertumbuhan penduduk telah melawati angka sebelum tsunami. Tak hanya itu, perkembangan kehidupan masyarakat kian pesat.
Berdasarkan data publikasi BPS (Badan Pusat Statistik) ‘Lhoknga dalam Angka 2023’, Kecamatan Lhoknga memiliki beberapa industri kecil dan mikro yang turut mendukung perekonomian masyarakat. Terdapat 1 industri kayu, 1 industri anyaman, 2 industri gerabah/keramik, dan 29 industri makanan/minuman.
Selain itu, sektor perdagangan dan jasa berkembang pesat dengan keberadaan 3 mini market, 127 warung/kedai makanan, 171 toko kelontong, 9 hotel/penginapan, 3 pasar dengan bangunan permanen, 1 pasar semi permanen, dan 12 kelompok pertokoan.
Dalam wawancara dengan Keuchiek Desa Mon Ikeun, Samsul Kamal, ia menjelaskan bahwa pariwisata menjadi salah satu sektor utama yang membantu kebangkitan ekonomi desa.
“Kita di sini kan daerah pariwisata. Mungkin masyarakat lebih berkonsentrasi ke situ. Bila ada peluang seperti ini, ya mereka mencoba bangkit pelan-pelan,” ujar Samsul.
Samsul menekankan bahwa pengelolaan sektor pariwisata hampir sepenuhnya dilakukan oleh masyarakat lokal.
“Kalau sekarang memang tanah punya kampung, tapi pengelolaannya ke masyarakat lokal sendiri. Jadi, hampir 100 persen yang kelola adalah masyarakat Kampung Mon Ikeun,” kata Samsul.
Dengan pengelolaan yang mandiri, berbagai usaha seperti kafe-kafe yang dibangun di kawasan wisata menjadi sumber pendapatan utama bagi warga setempat.
“Hasil wisata ini pelan-pelan membantu masyarakat untuk maju. Kerja sama antara pemuda, orang tua, dan pemerintah desa menjadi kunci agar wilayah ini terus berkembang,” tambah Samsul.
Belajar dari Masa Lalu
Selain membangun sektor ekonomi, masyarakat Desa Mon Ikeun juga lebih siap menghadapi kemungkinan bencana serupa di masa depan.
“Masyarakat sekarang sudah tahu ke mana harus lari jika terjadi tsunami. Ada titik-titik evakuasi yang sudah ditentukan di daerah tertinggi,” jelas Samsul.
Namun, ia mengakui bahwa dukungan dari pemerintah terkait kesiapan bencana masih minim.
“Mon Ikeun memang sudah ditetapkan sebagai Kampung Siaga Tsunami, tapi belum ada dukungan fisik seperti rumah siaga tsunami atau escape building,” ungkap Samsul.
Harapan untuk Dukungan Pemerintah
Samsul berharap pemerintah dapat memberikan dukungan lebih konkret, terutama dalam penyediaan infrastruktur untuk mitigasi bencana.
“Setidaknya ada bantuan apa yang menyangkut tsunami, seperti rumah siaga atau hal lain yang relevan,” katanya.
Di sektor pendidikan, upaya edukasi tentang kesiapsiagaan bencana juga telah dilakukan, terutama di tingkat SMA dan SMP. “Kemarin ada rangkaian edukasi dari UNESCO untuk anak sekolah. Tapi untuk SD belum semua mendapatkan pendidikan terkait tsunami,” tambahnya.
Dengan segala upaya yang dilakukan, Desa Mon Ikeun menjadi simbol ketangguhan masyarakat Aceh dalam membangun kembali kehidupan mereka pasca bencana. Sektor pariwisata yang berkembang serta edukasi mitigasi bencana menjadi langkah penting untuk memastikan masa depan yang lebih baik bagi masyarakat pesisir.
Bagi masyarakat Mon Ikeun, beberapa kesedihan mungkin masih berbekas. Namun, itu bukan alasan untuk berhenti berbenah.