Bisnisia.id | Jakarta – Keputusan Presiden Prabowo Subianto untuk melakukan pemotongan anggaran kementerian/lembaga (K/L) melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025, berdampak langsung pada Radio Republik Indonesia (RRI) dan Televisi Republik Indonesia (TVRI).
Pemangkasan anggaran operasional di RRI mencapai hampir sepertiga dari total pagu anggaran 2025, sebagaimana disampaikan oleh Juru Bicara RRI, Yonas Markus Tuhuleruw, kepada Tempo. Pemotongan ini turut berimbas pada TVRI, yang mengalami dampak serupa.
Pemotongan Anggaran Berujung PHK Massal
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Nany Afrida, menyatakan bahwa keputusan efisiensi anggaran ini berisiko menurunkan kualitas jurnalistik RRI dan TVRI, yang selama ini berfungsi sebagai media independen, netral, dan tidak komersial.
“Keputusan ini jelas berdampak pada penurunan kualitas siaran, karena mereka yang terkena PHK juga termasuk jurnalis dan reporter lapangan,” ujar Nany Afrida, Selasa (11/2/2025).
Efek domino dari kebijakan ini adalah pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di kedua media layanan publik tersebut. Akibatnya jumlah jurnalis dan reporter lapangan berkurang, menurunnya kualitas siaran dan produksi jurnalistik, terbatasnya akses informasi bagi masyarakat, terutama di daerah terpencil, dan merosotnya kondisi ketenagakerjaan di industri media pasca-digitalisasi.
Peran Strategis RRI dan TVRI Terancam
Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, RRI dan TVRI merupakan lembaga penyiaran publik yang harus independen dan netral, serta berfungsi untuk menyediakan informasi, pendidikan, dan kontrol sosial bagi masyarakat.
Sebagai media yang seusia dengan Republik Indonesia, RRI dan TVRI memiliki peran vital dalam mempertahankan persatuan nasional, menyebarluaskan informasi, dan menjaga kebhinekaan.
“Masih banyak masyarakat di daerah terpencil yang menggantungkan diri pada informasi dari TVRI dan RRI. Jika layanan ini terganggu, mereka berisiko kehilangan akses informasi atau menerima berita yang tidak akurat, yang dapat berbahaya,” tegas Nany.
Efisiensi Anggaran Dinilai Tidak Adil
Menurut AJI, kebijakan penghematan ini tidak seharusnya diterapkan secara seragam untuk semua kementerian/lembaga. Di banyak negara maju seperti Jerman dan Inggris, lembaga penyiaran publik justru mendapat dukungan anggaran penuh guna menjamin akses informasi berkualitas bagi masyarakat.
“Kita harus ingat bahwa akses terhadap informasi berkualitas adalah bagian dari hak asasi manusia,” ujar Nany.
Lebih lanjut, ia mempertanyakan komitmen Prabowo dalam memperkuat media publik sebagai pilar demokrasi. Alih-alih memperkuat RRI dan TVRI, kebijakan ini justru melemahkan peran media penyiaran publik.
“Anggaran untuk RRI dan TVRI selama ini sudah kecil, bahkan jurnalis di daerah dibayar di bawah UMR. Padahal mereka memiliki peran vital dalam menyampaikan informasi ke publik,” tambahnya.
PHK Massal & Krisis di Dunia Jurnalistik
Dalam kondisi krisis manajemen sejak Reformasi 1998, seharusnya RRI dan TVRI mendapat perhatian khusus dalam hal transformasi kelembagaan dan pendanaan. Namun, keputusan pemotongan anggaran justru memperburuk kondisi kerja dan kualitas jurnalisme di Indonesia.
Kini, lebih dari 1.000 kontributor RRI dan TVRI kehilangan pekerjaan akibat kebijakan ini. Kondisi ini semakin memperburuk ketenagakerjaan di industri media, yang sebelumnya sudah menghadapi tantangan berat akibat disrupsi digital dan ketidakpastian ekonomi.