Dana Otonomi Khusus (otsus) yang mulai diberikan kepada Aceh sejak 2008 telah berperan penting dalam mendorong pembangunan di berbagai bidang, seperti ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Namun, ketergantungan Aceh terhadap dana otsus justru menimbulkan kekhawatiran terhadap keberlanjutan pembangunan, terutama ketika dana otsus dipastikan berakhir pada 2028.
Teuku Ahmad Dadek dkk dalam kajian berjudul “Otonomi Khusus Aceh dan Kemiskinan (sebab dan upaya)” memaparkan sejumlah masalah dalam pengelolaan dana otsus tersebut. Menurut Dadek dana otsus mendorong kemajuan Aceh, tetapi ketergantungan yang besar membuat Aceh tidak akan mandiri. Kajian ini dipublikasikan pada tahun 2022.
Penyaluran dana otsus di Aceh merupakan bagian dari upaya pemerintah pusat dalam memperkuat kesejahteraan masyarakat pasca-penandatanganan Perjanjian Damai Helsinki antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada 2005. Dana ini telah digunakan untuk mendanai berbagai program infrastruktur, pengentasan kemiskinan, pemberdayaan ekonomi, serta layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan. Namun, kajian terbaru menunjukkan bahwa meskipun telah mengalirkan dana besar hingga Rp 88,7 triliun selama periode 2008-2021, ketergantungan Aceh terhadap dana ini masih cukup tinggi.
Kajian menemukan sejumlah tantangan yang signifikan dalam pengelolaan dana otsus. Pertama, dalam aspek ekonomi, pertumbuhan Aceh masih tergolong rendah, dengan rata-rata hanya 1,51% per tahun, sehingga menjadikan Aceh sebagai provinsi dengan pertumbuhan ekonomi terendah di Sumatera. Selain itu, ketergantungan ekonomi pada belanja pemerintah—yang mencapai 32% dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)—menyiratkan belum kuatnya kemandirian ekonomi Aceh.
Selain itu, dana otsus belum sepenuhnya efektif dalam menurunkan angka kemiskinan di Aceh. Walaupun terdapat penurunan angka kemiskinan dan pengangguran, kajian menunjukkan bahwa penurunan ini berlangsung lambat, dan ketimpangan sosial masih menjadi masalah. Dengan rencana pengurangan alokasi dana otsus menjadi hanya 1% dari Dana Alokasi Umum (DAU) mulai 2023, diikuti dengan penghentian pada 2028, masa depan pembangunan ekonomi Aceh dipertaruhkan.
Dalam sektor pendidikan, dukungan dana otsus telah memungkinkan Aceh untuk mencapai akses pendidikan yang relatif baik dibandingkan provinsi lain. Indikator Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan Angka Partisipasi Sekolah (APS) Aceh umumnya lebih tinggi dibandingkan provinsi tetangga. Namun, penghentian dana otsus berpotensi mengurangi belanja pendidikan provinsi dan kabupaten/kota hingga 59% dan 23%, yang dapat menghambat keberlanjutan program strategis di sektor pendidikan.
Di bidang kesehatan, dana otsus telah meningkatkan angka Umur Harapan Hidup (UHH) dan rasio puskesmas per penduduk di Aceh. Namun, beberapa masalah seperti prevalensi stunting yang tinggi masih menjadi tantangan serius. Pengurangan dana otsus mulai 2023 diprediksi akan menurunkan belanja kesehatan sekitar 10,42% per tahun dan bahkan lebih drastis jika dana berakhir pada 2028, dengan potensi penurunan hingga 18,98% per tahun.
Infrastruktur adalah sektor yang mendapat alokasi terbesar dari dana otsus, mencapai rata-rata 44,3% selama periode 2008-2021. Dana ini digunakan untuk pembangunan jalan, jembatan, dan irigasi yang sangat diperlukan. Namun, penurunan dana otsus diperkirakan berdampak pada kualitas infrastruktur, termasuk kemantapan jalan provinsi, akses air minum, dan penanganan banjir.
Selain itu, dana otsus memberikan ruang fiskal yang cukup besar bagi Aceh, dengan sekitar 49,4% anggaran provinsi dialokasikan sesuai prioritas daerah. Jika dana ini dihentikan, ruang fiskal Aceh diperkirakan akan turun drastis, bahkan lebih rendah dari provinsi tetangga seperti Sumatera Utara dan Sumatera Barat, yang dapat berdampak pada kemampuan belanja modal di bidang esensial seperti infrastruktur dan layanan dasar.
Untuk mengatasi tantangan ini, kajian merekomendasikan pemerintah pusat mempertimbangkan revisi UU No. 11 Tahun 2006 untuk menjaga stabilitas dana otsus hingga 20 tahun ke depan. Alternatif lainnya adalah memberikan dukungan pendanaan melalui Affirmative Specific Grant atau meningkatkan alokasi belanja kementerian untuk proyek strategis di Aceh.
Pemerintah Aceh juga disarankan untuk fokus mengembangkan sektor swasta dan dunia usaha guna memperkuat ekonomi lokal. Pemberdayaan UMKM, insentif investasi, dan peningkatan sektor jasa dapat membantu Aceh mengurangi ketergantungan pada belanja pemerintah dan mengarahkan ekonomi ke arah yang lebih mandiri.
Keberlanjutan pembangunan Aceh menjadi pertaruhan besar seiring berkurangnya dana otsus. Langkah-langkah strategis dari pemerintah pusat dan daerah sangat diperlukan untuk memastikan bahwa pembangunan berkelanjutan dapat tercapai tanpa ketergantungan berlebih pada dana otsus, demi mewujudkan kemandirian ekonomi yang sesungguhnya bagi masyarakat Aceh.