Bisnisia.id | Banda Aceh – Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh menyebutkan daerah ini punya cadangan 1,1 miliar ton batubara dan cadangan mineral logam sekitar 5,5 miliar ton. Kini sumber daya alam itu berada dalam perdebatan dilego kepada investor atau dibiarkan berada dalam tanah demi kelestarian lingkungan.
PLH Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh, Said Faisal dalam diskusi bertajuk ‘Masa Depan Pertambangan Aceh’ di Banda Aceh, Jum’at (8/11/2024) mengatakan pengelolaan tambang di Aceh perlu dilakukan dengan hati-hati, agar tidak hanya memberikan manfaat ekonomi tetapi juga menjaga kelestarian lingkungan dan sosial.
“Aceh daerah kaya akan mineral dan batu bara, terutama di wilayah barat dan selatan. Namun, untuk mengelola dihadapkan pada tantangan yang besar,” kata Faisal.
Faisal menambahkan, Pemerintah Aceh memiliki kewenangan khusus dalam mengelola sumber daya alam, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat, seperti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020, telah mengalihkan kewenangan tersebut dari kabupaten/kota ke provinsi, bahkan sebagian besar kewenangan ke pemerintah pusat. Meski demikian, pemerintah Aceh berhasil memperjuangkan haknya dalam pengelolaan tambang.
“Keberlanjutan pengelolaan tambang menjadi fokus utama kita. Selain memberikan dampak positif terhadap ekonomi daerah, kita juga wajib memastikan bahwa pertambangan dilaksanakan dengan menjaga lingkungan dan memberdayakan masyarakat sekitar,” ujar Said Faisal,
Pengelolaan pertambangan di Aceh kini dilakukan dengan proses perizinan yang berbasis permohonan, berbeda dengan sistem lelang yang diterapkan di tingkat pusat. Hingga kini, Aceh telah mengeluarkan izin eksplorasi dan operasi produksi untuk berbagai komoditas, seperti batu bara dan logam.
Proses eksplorasi dan produksi dilakukan dengan standar nasional yang mengedepankan kelestarian lingkungan. Setiap perusahaan tambang diwajibkan untuk melaksanakan reklamasi pasca tambang sesuai dengan ketentuan yang ada.
Said Faisal menambahkan bahwa salah satu tujuan dari sektor pertambangan adalah untuk menggerakkan ekonomi lokal dan menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat setempat.
“Kami berharap sektor ini dapat menjadi motor penggerak ekonomi yang berkelanjutan, menyerap tenaga kerja lokal, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat di sekitar tambang,” ujarnya.
Namun, pengelolaan tambang tidak hanya berfokus pada aspek ekonomi. Kelestarian lingkungan dan keberlanjutan sosial juga menjadi perhatian utama. Setiap aktivitas pertambangan harus memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan lingkungan yang baik, salah satunya dengan melakukan reklamasi yang dapat mengembalikan fungsi ekologis area bekas tambang.
Selain itu, perusahaan tambang juga diharapkan memberikan perhatian terhadap tanggung jawab sosial, termasuk pemberdayaan masyarakat setelah operasi tambang berakhir.
Keberlanjutan sektor pertambangan di Aceh tentu tidak terlepas dari tantangan yang ada. Namun, dengan pengelolaan yang tepat dan sinergi antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat, potensi tambang Aceh dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat tanpa mengabaikan aspek lingkungan dan sosial.
Dalam era keberlanjutan ini, Aceh memiliki peluang besar untuk menjadikan sektor pertambangan sebagai salah satu pilar utama pembangunan daerah yang berkelanjutan.