Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (MenKopUKM), Teten Masduki, mengimbau para pelaku e-commerce untuk mematuhi regulasi Indonesia, khususnya terkait kebijakan perdagangan elektronik yang saat ini sedang dikaji pemerintah, untuk melindungi produk lokal dari masuknya barang lintas batas. dari negara asing.
“Revisi kebijakan perdagangan elektronik sangat diperlukan agar UKM yang tidak mampu bersaing dengan produk China yang masuk melalui e-commerce lintas batas yang tidak diatur dapat kita lindungi,” kata MenKopUKM Teten Masduki saat bertemu dengan penjual daring dari berbagai platform di Jakarta pada Senin (14 Agustus 2023).
MenKopUKM menegaskan, revisi ini bukan hanya soal mengubah Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 tentang perdagangan elektronik. Itu juga harus menciptakan lapangan permainan yang adil, perlakuan yang adil terkait tarif, dan biaya masuk.
Terkait hal itu, Teten menjelaskan Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) mengusulkan dua langkah untuk melindungi produk UKM dari gempuran produk impor di platform e-commerce. Pertama, adanya usulan penambahan bea masuk bagi produk jadi dari luar negeri yang berpotensi mengganggu keberadaan produk UKM.
“Saya sendiri pernah melihat harga di salah satu platform itu tidak rasional. Ini yang kita sebut predatory pricing. Ini karena pasar kita terlalu terbuka, membiarkan produk mereka masuk ke sini dengan harga yang luar biasa murahnya,” Menkeu Teten menjelaskan.
MenKopUKM juga menegaskan bahwa aturan tersebut tidak terbatas pada Toko TikTok saja. Penetapan harga produk yang tidak bertanggung jawab juga telah diamati di platform e-niaga lintas batas lainnya. “Jadi bukan hanya TikTok. Sebelumnya, saya juga pernah berurusan dengan platform e-commerce lain yang bergerak di penjualan lintas batas. Kami optimistis bisa tercapai,” tegasnya.
Teten menegaskan, perlindungan impor dan ekspor yang komprehensif sangat penting untuk mencegah produk lokal kalah bersaing dengan alternatif asing.
“Pada dasarnya semua negara memperlakukannya sama. Mereka melindungi produknya sendiri. Karena jika kita terus menggelar karpet merah untuk produk impor tanpa mempertimbangkan persaingan tidak sehat dari dalam negeri, produk UKM kita bisa lenyap,” kata MenKopUKM mengingatkan.
Usulan tersebut sudah disampaikannya kepada Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan. Ia menyarankan agar produk impor yang masuk ke Indonesia terlebih dahulu harus melalui pelabuhan terjauh, seperti Sorong di Papua Barat. Ini akan menambah biaya tambahan untuk produk yang masuk dari lokasi yang jauh, memastikan produk lokal tetap kompetitif.
“Ini terkait dengan usulan kedua kami, proyek tol laut yang digagas oleh Presiden Joko Widodo. Selama ini angkutan barang hanya fokus pada kargo. Artinya, biaya logistik secara konsisten dibebankan pada produk yang dijual di Indonesia Timur sehingga melemahkan kawasan,” ujarnya. dijelaskan.
Menurut Menteri Teten, kedua usulan tersebut dapat menjadi bagian dari upaya pemerintah untuk memperkuat kebijakan hilirisasi, memperkuat industri dalam negeri, dan meningkatkan UKM melalui substitusi impor barang dan jasa.
Penjual E-niaga Menyampaikan Kekhawatiran
Menhefari dari Dimensi, asosiasi reseller online, mengadu ke MenKopUKM terkait persaingan bisnis yang tidak sehat di platform e-commerce. “Di TikTok harga anjlok karena harga di TikTok Shop sangat murah dan tidak rasional. Kurir tidak bisa dipilih-pilih, tiba-tiba muncul produk baru,” ujarnya.
Dian Fiona, pemilik bisnis fesyen asal Bandung, menyatakan impor bebas tanpa pajak jelas berimplikasi negatif pada bisnis dan merek lokal. “Kami mempekerjakan kepala keluarga dari desa kami, yang juga wajib pajak. Ketika produk Cina bebas didistribusikan secara online, kami sulit bersaing. Pengawasan diperlukan di pasar,” katanya.
Lebih lanjut, Dian mencatat, pada kuartal IV 2023, khususnya pada Desember, penjualan online mencapai puncaknya. “Jadi, kami meminta perlindungan pemerintah untuk memastikan produk kami berkembang di negara kami sendiri,” imbaunya.
Pendiri Real Food, Edwin, menyoroti bahwa produk impor masih belum diatur sehingga bisa dijual dengan harga yang sangat murah di Indonesia. Sebaliknya, dia mencatat bahwa mengekspor produknya cukup menantang karena pajak yang tinggi dan hambatan lain di negara tujuan untuk komoditas unggulan negaranya.