Bisnisia.id | Banda Aceh – Direktur Eksekutif Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Aceh, Teuku Jailani, menyoroti perkembangan ekspor-impor Aceh yang menunjukkan tren positif, tetapi masih menghadapi sejumlah tantangan. Ia mendorong pemerintah dan para pihak agar infrastruktur pelabuhan dioptimalkan untuk mendukung aktivitas ekspor-impor.
“Kita bersyukur ada peningkatan ekspor, terutama dari sektor mineral seperti batu bara. Namun, batu bara adalah sektor padat modal dengan dampak langsung terhadap lapangan kerja yang relatif kecil. Kita perlu mengembangkan sektor padat karya seperti manufaktur dan pertanian, yang dapat membuka lebih banyak peluang kerja bagi masyarakat,” ujarnya.
Aceh memiliki potensi besar untuk meningkatkan ekspor dari komoditas lain, seperti minyak kelapa sawit (CPO), kopi, cokelat, serta produk-produk industri kreatif seperti kerajinan rotan dan tas bordir. Namun, Jailani menegaskan bahwa banyak dari komoditas tersebut masih diekspor melalui pelabuhan di luar Aceh, seperti di Sumatera Utara.
“Kondisi ini membuat pendapatan balik untuk Aceh, seperti pajak ekspor dan dampak ekonomi pelabuhan, justru dinikmati daerah lain. Kita perlu memastikan ekspor dilakukan melalui pelabuhan-pelabuhan Aceh agar manfaatnya bisa dirasakan langsung oleh masyarakat Aceh,” katanya.
Menurut Jailani, salah satu hambatan utama dalam memaksimalkan ekspor-impor Aceh adalah keterbatasan infrastruktur pelabuhan dan biaya logistik yang kurang kompetitif. Ia mencontohkan, meskipun pelabuhan-pelabuhan Aceh, seperti di Langsa, Malahayati, dan Krueng Geukuh, memiliki fasilitas yang memadai, efisiensi biaya dan keteraturan jadwal pengangkutan masih menjadi tantangan besar bagi pelaku usaha.
“Pelabuhan kita perlu memiliki jadwal reguler kapal masuk dan keluar. Ini penting agar eksportir dapat membuat kontrak yang sesuai dengan buyer di luar negeri. Jika infrastruktur dan layanan logistik tidak efisien, perusahaan akan memilih pelabuhan yang lebih ekonomis di luar Aceh,” tegasnya.
KADIN Aceh terus berupaya mengadvokasi pelaku usaha dan berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk meningkatkan daya saing ekspor-impor Aceh. Salah satu fokusnya adalah memastikan regulasi ekspor-impor dan kebijakan kepelabuhanan dapat mendukung pertumbuhan ekonomi lokal.
“Dengan adanya data dari Badan Pusat Statistik (BPS), kita dapat melihat perkembangan ekspor dari tahun ke tahun. Data ini menjadi dasar bagi kita untuk merumuskan langkah-langkah strategis bersama pemerintah dan pelaku usaha,” ujar Jailani.
KADIN Aceh berharap peningkatan ekspor tidak hanya terjadi pada komoditas mineral, tetapi juga pada produk pertanian, perkebunan, dan industri kreatif. Jailani juga menekankan pentingnya mendorong investasi pada sektor yang dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak.
“Kita ingin pelabuhan Aceh menjadi pintu utama ekspor, bukan hanya untuk batu bara tetapi juga untuk komoditas lain yang memiliki nilai tambah tinggi. Dengan begitu, dampak ekonominya dapat dirasakan secara luas oleh masyarakat,” tutupnya.
Dengan potensi besar yang dimiliki Aceh, peningkatan daya saing infrastruktur pelabuhan, efisiensi logistik, dan jadwal pengangkutan yang teratur menjadi langkah krusial untuk memaksimalkan manfaat ekspor-impor bagi ekonomi Aceh.