Bisnisia.id | Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) baru-baru ini menetapkan mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong, sebagai tersangka kasus korupsi terkait impor gula pada tahun 2015-2016. Keputusan ini didasarkan pada dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukannya saat memberikan izin impor gula kristal mentah kepada perusahaan-perusahaan swasta. Tindakan ini dianggap bertentangan dengan ketentuan yang hanya mengizinkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk melakukan impor gula jenis tersebut.
Kebijakan Impor yang Melanggar Aturan
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa Lembong—yang kerap disapa Tom—menyalahgunakan wewenangnya dengan memberikan persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105 ribu ton yang kemudian diproses menjadi gula kristal putih. Abdul Qohar menyatakan bahwa sesuai dengan Keputusan Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian Nomor 257 Tahun 2014, hanya BUMN yang diizinkan mengimpor gula kristal putih.
Namun, Lembong malah memberikan izin kepada perusahaan swasta tanpa melalui mekanisme rapat koordinasi (rakor) dengan kementerian terkait dan tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian. Tindakan ini tidak sesuai dengan prosedur yang bertujuan mengukur kebutuhan riil gula dalam negeri. Dalam rakor yang diadakan pada Desember 2015, terungkap bahwa Indonesia diperkirakan akan kekurangan gula kristal putih sebanyak 200 ribu ton pada tahun 2016, menambah urgensi atas persoalan ini.
Kerjasama dengan Pihak Swasta dan Dugaan Mark-Up Harga
Selama November hingga Desember 2015, tersangka CS yang menjabat sebagai Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), dilaporkan mengarahkan seorang staf senior untuk bertemu dengan delapan perusahaan swasta di sektor gula. Padahal, seharusnya untuk memenuhi stok dan stabilisasi harga, gula impor putih harus didatangkan langsung oleh BUMN, bukan melalui perusahaan swasta. Menurut Abdul Qohar, izin industri dari kedelapan perusahaan swasta tersebut pada dasarnya hanya mengizinkan mereka mengelola gula kristal rafinasi, yang penggunaannya terbatas pada industri makanan, minuman, dan farmasi, bukan untuk konsumsi langsung masyarakat.
Setelah impor dan pengolahan oleh kedelapan perusahaan, gula kristal putih hasil olahan tersebut dijual oleh PT PPI melalui distributor yang terafiliasi dengan harga Rp26 ribu per kilogram, jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) sebesar Rp13 ribu per kilogram pada saat itu. Selain itu, PPI diduga menerima komisi sebesar Rp105 per kilogram dari kedelapan perusahaan ini, yang berkontribusi pada kerugian negara hingga Rp400 miliar.
Pasal yang Dilanggar
Lembong dan CS kini menghadapi tuntutan hukum atas pelanggaran Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Keduanya telah ditahan untuk masa penahanan awal selama 20 hari di Rumah Tahanan Salemba. Kejagung menyatakan akan terus mendalami kasus ini untuk mengungkap sepenuhnya pihak-pihak yang terlibat dan memastikan penegakan hukum berjalan sesuai dengan prosedur.