Strategi Mengatasi Berkurangnya Dana Otsus Aceh

Pemerintah Aceh telah menerima Dana Otonomi Khusus atau Otsus sejak tahun 2008. Besaran Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) untuk tahun pertama sampai ke-15 adalah 2% dari plafon dana alokasi umum (DAU) nasional. Kemudian pada tahun ke15 hingga ke-20 jumlahnya tinggal 1% dari plafon DAU nasional.

Pada masa pelaksanannya, karena dirasa selama ini belum berjalan baik serta masih banyak kelemahan yang ditemukan, maka qanun yang mengatur penggunaan DOKA beberapa kali diubah. Hal itu dilaksanakan agar dampak dari adanya DOKA lebih tepat, jelas, dan relevan dengan maksud dan tujuan penggunaan dana otsus itu sendiri.

Berdasarkan capaian indikator ekonomi makro Aceh tahun 2023 menunjukkan perkembangan yang positif. Misalnya, tingkat kemiskinan yang berhasil ditekan pada nilai 15,68% yang pada tahun 2008 justru mencapai 23,53%. Pertumbuhan ekonomi juga sudah mencapai 4,23% yang pada tahun 2008 malah tumbuh ke arah negatif -5,24 %.

Pengangguran juga sudah mencapai 6,03% yang pada tahun 2008 justru sebesar 9,56%. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) juga mengalami peningkatan, mencapai 74,70. Ini berarti sudah tergolong tinggi, mengingat pada tahun 2008 hanya pada kisaran 70,76. Angka ini berada di atas IPM Indonesia yang mencapai 74,39.

Terkait dengan wacana yang berkembang di masyarakat Aceh dan luar Aceh bahwa angka kemiskinan di provinsi ini sangat tinggi dibandingkan dengan angka rata-rata nasional, padahal kucuran dana otsus untuk Aceh itu melimpah, haruslah dapat dinilai secara ‘fair’. Bahwa beberapa runtutan peristiwa yang terjadi di Aceh, antara lain, konflik bersenjata dan bencana tsunami secara langsung maupun tidak langsung telah menambah peningkatan angka kemiskinan di Aceh dan ini tidak mudah untuk kita turunkan.

Oleh karenanya, diperlukan upaya (effort) yang luar biasa dari semua pihak. Secara garis besar dapat kita lihat bahwa ada beberapa permasalahan dalam pembangunan Aceh. Misalanya, pertumbuhan ekonomi yang tumbuh positif, tetapi masih di bawah pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini disebabkan, antara lain anggaran pemerintah yang masih dominan pada perputaran ekonomi masyarakat, kemudian juga investasi swasta masih terbatas.

Defisit perdagangan Aceh juga masih tinggi. Kondisi neraca perdagangan antardaerah yang mengalami defisit inilah yang menyebabkan kinerja perdagangan Aceh secara keseluruhan mengalami kontraksi, kemudian industri pertanian (agroindustry) dan industri pengolahan masih belum berkembang.

Industri hulu maupun hilir belum berkembang dengan baik di Aceh. Padahal, bahan baku dari perkebunan cukup untuk itu sehingga diperlukan investor luar maupun lokal untuk membangun dan mengembangkan industri tersebut

Baca juga:  Pendaftaran Beasiswa Australia Awards Dibuka pada 1 Februari

Pada sektor kemiskinan dapat kita lihat bahwa sudah menunjukkan tren yang sudah menurun, tetapi masih di atas rata-rata nasional. Hal itu disebabkan oleh beberapa hal, yakni masih terbatasnya aktivitas ekonomi dan iklim usaha di pedesaan sehingga dirasa diperlukan adanya upaya yang terfokus untuk memperbaiki berbagai kebijakan ekonomi di semua sektor.

Tujuannya, untuk menjaga iklim usaha, investasi, dan daya saing daerah disertai dengan mengubah kebijakan ekonomi yang berbasis sumber daya alam menjadi ekonomi industri manufaktur dan jasa

Aceh perlu lebih membuka diri kepada dunia. Dalam hal ini, kita haruslah mampu menciptakan iklim usaha dan investasi yang bersahabat. Hal itu sudah dilakukan daerah lain dan terlihat hasilnya. Mereka yang menciptakan iklim usaha dan investasi yang bersahabat (friendly) kerap dijadikan tempat berlabuh para investor.

Seperti yang kita ketahui bahwa untuk tahun 2025 sesuai dengan tema Rencana Kerja Pemerintah Aceh tahun 2025, yaitu “Pembangunan Infrastruktur Strategis dan Sumber Daya Manusia serta Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkelanjutan untuk Percepatan Pemerataan Pembangunan Wilayah“, maka ada enam prioritas pembangunan Aceh, yaitu:

1. memperkuat pelaksanaan syariat Islam dan budaya Aceh, meningkatkan kualitas demokrasi, dan menjaga perdamaian;

2. memantapkan kemandirian pangan, energi, air, serta memperkuat ekonomi syariah, ekonomi digital, ekonomi hijau, dan ekonomi biru;

3. melanjutkan pengembangan infrastruktur pelayanan dasar, strategis dan tangguh bencana, meningkatkan lapangan kerja, dan mendorong pariwisata, ekonomi kreatif, koperasi, dan UKM untuk mendukung pusat pusat pertumbuhan ekonomi;

4. memperkuat pembangunan sumber daya manusia, riset, inovasi, pengarusutamaan gender, disabilitas, inklusi sosial, dan penguatan peran pemuda;

5. memperkuat hilirisasi komoditas unggulan daerah serta pembangunan perkotaan dan perdesaan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dalam menanggulangi kemiskinan; dan

6. memperkuat reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang berintegritas.

Pada prioritas pembangunan Aceh untuk hilirisasi komoditas unggulan daerah dan pembangunan perkotaan dan perdesaan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dalam menanggulangi kemiskinan akan dicoba dengan beberapa program dan kegiatan, yaitu adanya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Berbasis Skala Ekonomi; Peningkatan Produksi Industri Pengolahan; Peningkatan keahlian tenaga kerja; Penguatan koperasi dan UKM serta BUMG; Peningkatan dan perluasan ekspor, dan Pengembangan Industri kreatif dan pariwisata.

Baca juga:  Konsorsium Investor Arab Saudi Tertarik Berinvestasi di Aceh, Fokus pada CPO, Energi, dan Pertambangan

Untuk itu, fokus terhadap hilirisasi haruslah menjadi perhatian Pemerintah Aceh, karena dalam beberapa tahun ini kita perhatikan terus terjadi defisit perdagangan mencapai puluhan 2.262.923 USD pada November 2023. Hal tersebut sangat merugikan daerah dan juga salah satu penyebab melambatnya pertumbuhan ekonomi Aceh, walaupun tumbuh positif, tetapi pada bulan Januari 2024 mengalami surplus sebesar 26,46 juta USD . Ini menjadi modal yang sangat strategis dalam upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi Aceh.

Langkah selanjutnya untuk merespons berkurangnya dana otsus untuk Aceh, adalah diperlukan penyiapan sumber daya manusia (SDM) yang kompeten, di mana Pemerintah Aceh dalam beberapa tahun perencanaan pembangunan telah mengembangkan program pendidikan dan vokasi yang meliputi tiga lembaga, yakni SMK, balai latihan kerja (BLK), dan politeknik. Hal lain yang perlu kita lakukan adalah mengawal dan mempersiapkan kecakapan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan pasar kerja atau dunia usaha maupun dunia industri.
Berbagai pelatihan yang berbentuk vokasianal perlu kita tingkatkan, melakukan pembenahan sistem pelatihan yang berbasis sertifikasi kompetensi dan peningkatan lembaga pelatihan kerja (LPK), dan menggalakkan keterampilan wirausaha produktif.

Langkah terakhir yang perlu kita usahakan adalah pengoptimalan infrastruktur yang telah dan yang akan dibangun pemerintah. Salah satunya yang tengah gencar dilakukan ialah pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Arun Lhokseumawe (KEKAL)

Pembangunan KEKAL untuk memaksimalkan kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang bernilai tinggi dengan didukung pemberian fasilitas dan insentif serta kemudahan berinvestasi.

Kemudian yang tidak kalah penting juga adalah dengan upaya peningkatan serta perluasan pangsa ekspor di mana ini adalah pekerjaan-pekerjaan hilir yang harus kita tingkatkan kinerjanya.

Kita juga memerlukan adanya peningkatan ekspor dan menekan Current Account Deficit, melalui peningkatan produktivitas atau hilirisasi industri, pengembangan UKM, pariwisata, serta peningkatan infrastruktur, untuk mengurangi defisit perdagangan dan memperkuat ekonomi kita.

Sehubungan dengan sumber pendapatan, maka harus terus diupayakan untuk menjaring pembiayaan dari sumber-sumber lain guna membiayai berbagai pembangunan daerah. Nah, apabila kita sangat dominan bergantung pada dana otsus maka saat dana otsus berakhir jadinya akan sangat sulit bagi kita dalam membiayai berbagai pembangunan daerah.

Pemanfaatan dana desa
Seperti yang kita ketahui, alokasi dana desa untuk Aceh tahun 2024 naik dari Rp 4,76 triliun menjadi Rp4,79 triliun pada tahun 2023. Kita tentunya berharap peningkatan dana desa tersebut dapat membantu dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat desa, membantu pemerataan pembangunan, dan menciptakan peluang serta lapangan kerja baru, di samping membangun infrastruktur dan layanan fasilitas publik serta memberdayakan dan mengembangkan perekonomian yang ada di desa.

Baca juga:  Fenomena Ekonomi 'Vibesession', Ketika Konsumsi Berdasarkan Suasana Mendominasi Generasi Muda

Pengelolaan dana desa sangatlah perlu menjadi perhatian karena kita sangat mengharapkan dengan adanya kucuran dana desa yang sangat melimpah, khususnya untuk Aceh, haruslah dapat kita manfaatkan secara maksimal ketika porsi dana otsus untuk Aceh berkurang jauh.

Dana desa dapat digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah, pembangunan, pemberdayaan masyarakat dan kemasyarakatan. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan, prioritas penggunaan dana desa diarahkan untuk pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan desa.

Desa menjadi sebuah prioritas bagi Pemerintah Aceh untuk dibangun sehingga dengan berkembangnya desa-desa di Aceh akan berdampak kepada majunya suatu daerah,. Pada prinsipnya, bila masalah pembangunan di desa dapat kita selesaikan secara komprehensif maka selesailah segala pembangunan di daerah sehingga pola pembangunan yang berorientasi di pedesaan haruslah dapat menjadi perhatian kita semua.

‘Exit strategy’ dana otsus

Sehubungan dengan akan berkurang dan berakhirnya dana otus maka diperlukan upaya soft-landing, yaitu alternatif kebijakan untuk keberlanjutan fiskal dan pembiayaan pembangunan menjelang penurunan dan berakhirnya DOKA. Sektor investasi akan dilaksanakan melalui beberapa kebijakan, antara lain, pembangunan infrastruktur dana otsus untuk konektivitas mendukung kawasan strategis nasional dan kawasan strategis provinsi seperti KEK Arun Lhokseumawe, KIA Ladong, Kawasan Strategis Pariwisata Dataran Tinggi Gayo Alas (DTGA), Kawasan Industri Barsela, Kawasan Strategis Pariwisata Simeulue-Singkil, Kawasan Bassajan, Kawasan Perikanan Samudera Lampulo, Kawasan Industri Tatimlaga, serta Kawasan Pariwisata Sabang.

Hal ini untuk pelu kita usahakan bersama dalam rangka mempercepat operasional kawasan tersebut dan dapat mendongkrak investasi di Aceh serta berdampak kepada pengentasan kemiskinan dan pengangguran. Juga akan meningkatkan pertumbuhan di Aceh serta dengan mendorong tumbuhnya industri manufaktur untuk meningkatkan produktivtas dan nilai tambah, pemberian insentif fasilitas dan kemudahan berusaha di Aceh. Semoga. []

Oleh: Khairul Ridha, S.E. (Fungsional Ahli Muda Bappeda Aceh)
Tulisan ini sudah diterbitkan pada Tabloid Tabungan Aceh Edisi 102 I Juli 2024

Editor:

Bagikan berita:

Popular

Berita lainnya

Pesta di Anfield! Liverpool Juara Liga Inggris Musim Ini

Liverpool resmi mengunci gelar juara Liga Inggris musim ini...

Aceh Target 10 Besar, Pj Gubernur Janjikan Bunos Besar untuk Setiap Medali

BANDA ACEH - Pemerintah Aceh secara resmi melepas kontingen...

Jalan Rusak Jadi Tantangan Utama Pengembangan Sektor Pariwisata di Bandar Pusaka

Bisnisia.id | Aceh Tamiang – Buruknya infrastruktur jalan menjadi...

Mellani Ajak Istri Menteri Investasi RI Promosikan Aceh

BANDA ACEH-- Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Aceh,...

Pemkab Aceh Besar dan DMI Gelar Penilaian Masjid untuk Wujudkan Kebersihan dan Kenyamanan

Bisnisia.ID | Jantho - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Besar...

Aliansi Buruh Aceh Kecam PHK Sepihak 81 Pekerja PT BDA Subulussalam

Bisnisia.id | Banda Aceh - Aliansi Buruh Aceh (ABA)...

Tahun 2025, Pemerintah Alokasikan 9,5 Juta Ton Pupuk Bersubsidi

Bisnisia.id | Jakarta – Pemerintah menetapkan alokasi pupuk bersubsidi...

Muchlis, Desainer Muda Aceh Barat yang Mengukir Prestasi di Dunia Fashion

Bisnisia.id | Aceh Barat – Muchlisin, yang akrab disapa...

Sumbang 70% Lapangan Kerja dan PDB, Kontribusi UMKM pada Peningkatan Ekonomi Nasional

Bisnisia.id | Jakarta – Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi,...

Semuapay Luncurkan Konsep Digital Tech Tourism untuk Sabang

Bisnisia.id | Sabang – Dalam diskusi panel di Aceh...

Harga Emas Menguat ke $2.630 di Tengah Pelemahan Dolar dan Ketidakpastian Geopolitik

Bisnisia.id - Harga emas kembali menanjak dan mencapai level...

40.234 Warga Lhokseumawe Golput dalam Pilkada 2024

Bisnisia.id | Lhokseumawe – Dari jumlah Daftar Pemilih Tetap...

Dari Rokok hingga Narkotika, Bea Cukai Aceh Sita Barang Ilegal Miliaran Rupiah

Bisnisia.id | Banda Aceh – Sepanjang tahun 2024, Kantor...

Aceh Jaga Ketersediaan Bahan Pangan Selama Libur Lebaran

BANDA ACEH - Azwardi, Penjabat Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh,...

Genjot Ekonomi Aceh, PLN Dukung Implementasi Energi Ramah Lingkungan

Bisniskita.id | Banda Aceh - General Manager PLN UID...

Menagih Kesetaraan Gender dalam Industri Kelapa Sawit Berkelanjutan

Bisnisia.id | Jakarta – Redy Prasetyo, Analis Kebijakan Ahli Madya...

Ekonomi Aceh Triwulan III Tahun 2024 Tumbuh 5,17 Persen, PON Jadi Pendorong

Bisnisia.id | Banda Aceh - Perekonomian Aceh mencatat pertumbuhan...

BPKP Aceh Perkuat Tata Kelola Keuangan dan Aset Desa Melalui SISKEUDES 2.0.6 

Bisnisia.id | Bireuen – Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan...