Bisnisia.id | Banda Aceh – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh menyambut baik langkah Presiden Prabowo Subianto yang berencana mengalokasikan 20 ribu hektar lahan untuk konservasi gajah di Aceh. Namun, WALHI Aceh mendesak agar janji tersebut segera direalisasikan untuk mendukung pelestarian satwa kunci yang semakin terancam akibat kerusakan habitat.
“Kami menunggu realisasi janji ini. Jika terlaksana, ini akan menjadi momentum penting sekaligus contoh bagi pemegang izin konsesi yang lahannya berada di koridor satwa,” ujar Direktur WALHI Aceh, Ahmad Shalihin, yang akrab disapa Om Sol, Rabu (4/12/2024).
Namun, WALHI Aceh meminta klarifikasi terkait sumber lahan tersebut. Apakah lahan yang dimaksud merupakan area pribadi atau bagian dari konsesi PT Tusam Hutani Lestari (PT THL), yang memiliki Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK).
Sepengetahuan WALHI Aceh, Prabowo Subianto memiliki IUPHHK berdasarkan SK.556/KptsII/1997 dengan luas 97.300 hektar. Konsesi tersebut tersebar di Bener Meriah, Aceh Tengah, Bireuen, dan Aceh Utara, dengan sebagian lahannya kini terbengkalai atau telah dimanfaatkan oleh masyarakat setempat.

Tingginya Konflik Gajah dan Manusia di Aceh
Provinsi Aceh adalah habitat terbesar gajah Sumatra di Indonesia, tetapi tingkat konfliknya juga tinggi. Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Bireuen menjadi wilayah dengan intensitas konflik gajah-manusia yang signifikan.
Di Kecamatan Karang Ampar, Aceh Tengah, gajah sering masuk ke perkebunan dan permukiman warga. Insiden tersebut telah mengakibatkan satu korban jiwa dan dua gajah mati.
“Konflik seperti ini terjadi karena habitat alami gajah terus menyusut akibat deforestasi dan alih fungsi lahan, termasuk untuk perkebunan kelapa sawit dan aktivitas ekstraktif lainnya,” jelas Om Sol.
Berdasarkan data Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, terdapat 583 kasus konflik gajah-manusia dalam lima tahun terakhir (2019-2023). Jumlah kasus meningkat dari 106 insiden pada 2019 menjadi puncaknya 145 pada 2021, sebelum menurun menjadi 85 kasus hingga Oktober 2023.
Harapan Baru untuk Konservasi
Om Sol menegaskan, langkah pelepasan lahan ini akan menjadi angin segar bagi dunia konservasi jika benar-benar terealisasi.
“Ini adalah peluang besar untuk menyelamatkan populasi gajah Sumatra yang semakin kritis. Selain itu, langkah ini dapat memberikan perlindungan bagi tiga satwa kunci lainnya di Aceh, seperti harimau, badak, dan orangutan,” tambahnya.
WALHI Aceh juga mendukung upaya pemerintah daerah di Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Bireuen yang tengah menyusun Rencana Aksi Daerah (RAD) untuk pengelolaan kawasan perlindungan satwa liar di Lanskap Peusangan.
“Kami siap bekerja sama dengan semua pihak untuk memastikan lahan konservasi ini dapat terwujud dan dikelola secara berkelanjutan,” pungkas Om Sol.
Langkah Konkret Diharapkan
Menurut WALHI Aceh, pelepasan lahan ini seharusnya menjadi bagian dari strategi jangka panjang untuk melindungi keanekaragaman hayati Aceh, yang selama ini menjadi salah satu wilayah dengan ekosistem hutan tropis terkaya di Indonesia.
“Kami berharap ini bukan sekadar janji, tetapi benar-benar diwujudkan demi keberlanjutan lingkungan dan satwa liar di Aceh,” tutup Om Sol.