Bisnisia.id | Jakarta – Pemerintah Indonesia kini menghadapi tantangan besar terkait penyaluran subsidi energi yang dinilai tidak tepat sasaran.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, dalam keterangan resminya pada Minggu (3/11/2024), mengungkapkan bahwa potensi subsidi energi yang tidak tepat sasaran dapat mencapai angka fantastis, yakni Rp100 triliun. Angka ini berasal dari total alokasi subsidi dan kompensasi energi pada tahun 2024 sebesar Rp435 triliun.
“Kurang lebih sekitar 20-30 persen dari subsidi BBM dan listrik berpotensi tidak tepat sasaran, dan jumlah ini cukup besar, yaitu sekitar Rp100 triliun,” ujar Bahlil dalam pernyataannya. Subsidi energi, yang semestinya ditujukan bagi masyarakat kurang mampu, diduga justru dinikmati oleh mereka yang secara ekonomi sebenarnya cukup mapan.
“Subsidi ini seharusnya disalurkan kepada mereka yang benar-benar membutuhkan, bukan kepada mereka yang kondisi ekonominya sudah mapan,” tambahnya.
Bahlil menjelaskan bahwa dugaan subsidi energi yang tidak tepat sasaran ini diperoleh dari berbagai laporan, termasuk dari Perusahaan Listrik Negara (PLN), Pertamina, serta Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas). “Kami menemukan indikasi adanya ketidaktepatan penyaluran berdasarkan laporan dari PLN, Pertamina, dan BPH Migas,” ungkapnya.
Laporan-laporan tersebut menunjukkan bahwa masyarakat yang secara ekonomi tergolong mampu masih menerima manfaat subsidi energi, baik dalam bentuk BBM maupun listrik bersubsidi, yang sebenarnya ditujukan untuk kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Bahlil menilai, ketidakakuratan penyaluran subsidi ini berpotensi merugikan negara secara signifikan.
Merespons laporan tersebut, Presiden Prabowo Subianto langsung menginstruksikan Menteri ESDM untuk membentuk tim khusus yang bertugas mengkaji dan merumuskan solusi agar subsidi energi tepat sasaran. Tim ini dipimpin langsung oleh Bahlil Lahadalia, yang kini tengah menyusun langkah-langkah strategis agar subsidi tidak lagi bocor ke kalangan yang tidak seharusnya.
“Presiden meminta kami segera menyusun solusi agar subsidi ini tepat sasaran. Tujuannya adalah supaya subsidi ini betul-betul dinikmati oleh masyarakat yang benar-benar membutuhkan,” kata Bahlil.
Beberapa alternatif solusi tengah dipertimbangkan oleh tim khusus ini, termasuk perubahan skema penyaluran subsidi agar lebih efektif dan efisien.
Salah satu opsi utama yang sedang dipertimbangkan pemerintah adalah mengubah mekanisme subsidi menjadi Bantuan Langsung Tunai (BLT). Dengan sistem ini, pemerintah berharap subsidi dapat langsung diterima oleh masyarakat miskin tanpa melewati jalur distribusi yang rentan terhadap penyimpangan.
“Memberikan subsidi secara langsung kepada masyarakat dalam bentuk BLT bisa menjadi solusi untuk meningkatkan efektivitas penyaluran,” ungkap Bahlil.
Menurut Bahlil, skema BLT dinilai lebih transparan dan dapat dipantau secara langsung, sehingga kecil kemungkinan bantuan tersebut salah sasaran. Penerima BLT nantinya akan ditentukan melalui proses verifikasi ketat agar tepat sasaran.
Sistem ini akan melibatkan data dari Kementerian Sosial dan Dinas Kependudukan serta Pencatatan Sipil untuk memastikan keakuratan penerima bantuan.
Selain BLT, pemerintah juga tengah mengkaji opsi kombinasi antara subsidi langsung dan skema subsidi yang berlaku saat ini. Dengan kombinasi ini, sebagian subsidi tetap disalurkan melalui mekanisme BLT, sementara sebagian lainnya masih dalam bentuk subsidi reguler.
“Kombinasi kebijakan bisa menjadi solusi, yaitu sebagian subsidi disalurkan melalui BLT dan sebagian lainnya melalui skema subsidi reguler,” tambah Bahlil.
Bahlil menjelaskan, mekanisme kombinasi ini akan memberikan fleksibilitas bagi pemerintah untuk menyesuaikan penyaluran subsidi sesuai kebutuhan masyarakat.
Di satu sisi, penerima subsidi tetap mendapatkan bantuan untuk kebutuhan energi, namun dengan proporsi yang lebih terkontrol dan terukur.
Meski opsi BLT dan kombinasi skema subsidi ini terlihat menjanjikan, pemerintah menyadari bahwa implementasi solusi ini tidaklah mudah. Salah satu tantangan yang akan dihadapi adalah memastikan keakuratan data penerima subsidi, mengingat luasnya cakupan wilayah Indonesia dan kompleksitas data penduduk.
Dalam tahap awal, pemerintah akan melakukan pemetaan dan verifikasi menyeluruh terhadap kelompok masyarakat berpenghasilan rendah yang berhak menerima subsidi. Selain itu, mekanisme monitoring dan evaluasi akan diperkuat untuk meminimalkan risiko penyimpangan dalam penyaluran subsidi.
Langkah ini diharapkan dapat mengoptimalkan penggunaan dana subsidi yang sangat besar tersebut, sekaligus mengurangi beban anggaran negara yang kian meningkat akibat subsidi energi yang tidak efektif.
Dengan adanya perombakan ini, pemerintah berharap dana subsidi yang besar dapat dimanfaatkan dengan maksimal untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Masyarakat pun diimbau untuk mendukung langkah-langkah pemerintah dalam mewujudkan subsidi energi yang lebih tepat sasaran, demi terciptanya keadilan sosial dan ekonomi bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Subsidi energi ini adalah hak masyarakat yang kurang mampu, dan sudah menjadi tugas kami untuk memastikan mereka benar-benar menerimanya,” pungkas Bahlil.