BISNISIA.ID – Industri kelapa sawit tak hanya menyumbang minyak goreng di dapur-dapur rumah tangga Indonesia. Lebih dari itu, sawit menjadi komoditas strategis yang memperkuat fondasi ekonomi nasional lewat kontribusi besar dalam bentuk devisa negara.
Berdasarkan data terbaru dari GAPKI (2025), total produksi minyak sawit mentah (CPO) dan minyak inti sawit (PKO) Indonesia pada tahun 2024 mencapai 52,76 juta ton. Dari jumlah itu, 29,53 juta ton diekspor dengan nilai mencapai US$27,76 miliar atau sekitar Rp440 triliun.
Nilai fantastis ini menjadikan sawit sebagai kontributor devisa terbesar dari sektor nonmigas. Bahkan, sawit menjadi penopang neraca perdagangan Indonesia yang sejak lima tahun terakhir terus mencatatkan surplus.
Baca juga: Pendekatan Yurisdiksi Dinilai Strategis untuk Sawit Berkelanjutan
“Devisa dari industri sawit berperan penting dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional. Pada 2024 saja, kontribusinya terhadap ekspor nonmigas sangat signifikan,” demikian laporan BPDPKS mengutip kajian PASPI (2019).

Sawit terbukti menjadi penyelamat neraca dagang. Pada 2018, meski neraca perdagangan Indonesia secara keseluruhan defisit US$8,57 miliar, sektor nonmigas justru mencatat surplus US$3,84 miliar—dan itu sebagian besar disumbang oleh devisa sawit sebesar US$20,5 miliar.
Tanpa kontribusi tersebut, neraca dagang nonmigas akan defisit, dan total neraca dagang nasional bisa anjlok hingga defisit US$29,1 miliar. Sementara pada 2024, neraca perdagangan kembali menunjukkan tren positif, mencatatkan surplus US$31,04 miliar, dengan devisa sawit menjadi salah satu penopang utama.
Menurut BPDPKS, devisa sawit tidak hanya memperkuat perdagangan, tapi juga memberi suntikan segar pada ekonomi nasional.
“Devisa sawit ibarat darah segar yang mengalir ke berbagai sektor. Ini setara dengan investasi yang memperbesar kapasitas ekonomi nasional,” tulis BPDPKS dalam laporannya.
Kontribusi sawit tidak berhenti di angka ekspor. Industri ini juga menyerap tenaga kerja dan menciptakan nilai tambah di lebih dari 200 kabupaten di 26 provinsi, menyentuh lima juta rumah tangga yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam ekosistem sawit.
Kendati kontribusinya sudah sangat besar, potensi industri sawit dinilai masih belum tergali maksimal.
“Kita baru menikmati sekitar 40 persen dari potensi devisa sawit,” jelas BPDPKS. “Dengan peningkatan produktivitas, hilirisasi, dan substitusi impor, manfaat ekonomi dari sawit akan terus meluas.”
Industri sawit, yang menggabungkan IPTEK dan sumber daya agraris lokal, bukan hanya menjadikan Indonesia sebagai eksportir terbesar di dunia, tetapi juga menawarkan solusi nyata untuk memperkuat ekonomi nasional dari dalam.