Bisnisia.id | Banda Aceh – Sepanjang tahun 2024, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Aceh berhasil menindak 698 kasus pelanggaran hukum terkait cukai, termasuk penyelundupan barang impor dan narkotika. Total nilai barang ilegal yang disita mencapai Rp31,5 miliar, sementara potensi kerugian negara yang berhasil diselamatkan mencapai Rp53,9 miliar.
Dalam konferensi pers yang digelar pada Kamis (12/12/2024) di Banda Aceh, Kepala Kanwil DJBC Aceh, Safuadi, memaparkan rincian hasil pengawasan tersebut. Barang-barang ilegal yang diamankan meliputi 21.874.408 batang rokok ilegal, 54 liter minuman beralkohol, 31 unit sepeda motor bekas, 47 ekor hewan, dan 538 fisik obat dan suplemen.
Selain itu, operasi gabungan dengan aparat penegak hukum lainnya juga berhasil menggagalkan peredaran hampir 550 kilogram metamfetamin, 15.000 butir ekstasi, dan lebih dari 1 juta gram ganja kering.
“Penindakan besar lainnya mencakup penggagalan pengiriman 15.920.000 batang rokok ilegal melalui jalur laut menggunakan kapal KM Indah 2 dan KM Tinka Hazara pada Mei 2024,” ujar Safuadi.
Sebagai tindak lanjut, barang-barang ilegal tersebut dimusnahkan secara serentak di seluruh satuan kerja DJBC Aceh. Proses pemusnahan dilakukan dengan cara dibakar dan disaksikan oleh berbagai pihak.
“Pemusnahan ini bukan hanya upaya penegakan hukum, tetapi juga langkah melindungi masyarakat dari ancaman barang-barang ilegal,” tegas Safuadi.
Safuadi menekankan pentingnya sinergi antara DJBC Aceh dengan aparat penegak hukum lainnya, termasuk TNI, Polri, BNN, dan kejaksaan, dalam memperketat pengawasan dan menutup celah pasar bagi barang ilegal.
“Kami juga mengajak masyarakat untuk lebih proaktif melaporkan aktivitas mencurigakan. Jika permintaan terhadap barang ilegal menurun, pasar mereka otomatis akan mengecil,” kata Safuadi.
Ia juga menambahkan bahwa patroli di daerah rawan, seperti pantai terpencil dan pelabuhan kecil, akan terus ditingkatkan untuk menekan modus penyelundupan yang semakin canggih.
“Bea Cukai Aceh akan terus berupaya menutup akses penyelundupan, termasuk metode pembagian barang di tengah laut menggunakan kapal kecil,” jelasnya.
Selain penindakan, DJBC Aceh juga fokus pada edukasi masyarakat terkait bahaya barang ilegal. Safuadi menjelaskan bahwa barang-barang seperti rokok tanpa pita cukai, pakaian bekas, dan kosmetik ilegal tidak hanya melanggar hukum tetapi juga membahayakan kesehatan dan merugikan industri lokal.
“Rokok ilegal, misalnya, sering dijual murah tanpa melalui uji keamanan. Ada laporan bahwa isinya bahkan mengandung bahan berbahaya seperti rumput kering,” ungkapnya.
Ia juga menyoroti dampak ekonomi dari peredaran barang ilegal yang membuat produk lokal sulit bersaing.
“Kami ingin masyarakat memahami bahwa membeli barang ilegal berarti mendukung kejahatan dan merugikan diri sendiri serta negara,” kata Safuadi.
Safuadi berharap tahun 2025 dapat diawali dengan langkah yang lebih sinergis untuk memberikan kontribusi yang lebih besar bagi masyarakat dan perekonomian nasional.
“Upaya ini adalah bagian dari strategi besar Bea Cukai untuk memastikan pasar Indonesia, khususnya Aceh, hanya dipenuhi produk legal dan berkualitas yang mendukung pembangunan ekonomi nasional,” tutupnya.