Bisnisia.id | Banda Aceh – Aceh menghadapi ancaman bencana yang semakin serius dalam beberapa tahun terakhir. Data dari Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) menunjukkan bahwa dalam periode 2022-2024, telah terjadi 1.036 kejadian bencana di Aceh dengan total prediksi kerugian mencapai Rp840 miliar.
Bencana yang paling sering terjadi adalah kebakaran pemukiman yang tercatat sebanyak 351 kejadian, diikuti oleh kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) sebanyak 216 kejadian, serta banjir yang mencapai 248 kejadian.
Selain itu, angin puting beliung terjadi sebanyak 134 kali, tanah longsor sebanyak 67 kali, serta beberapa bencana lain seperti abrasi, gempa bumi, dan gelombang pasang, yang turut meningkatkan risiko bencana di Aceh.
Sub Koordinator Pencegahan BPBA, Yudhie Satria, mengatakan bahwa kondisi bencana di Aceh saat ini sudah sangat mengkhawatirkan, dimanana hampir sebagian besar wilayah Aceh berada di daerah dengan tingkat kerawanan tinggi dan sedang.
“Kalau kita lihat peta multi bahaya di Provinsi Aceh, rasanya tidak tahu mau lari ke mana lagi. Hampir sebagian besar wilayah Aceh berada di daerah dengan tingkat kerawanan tinggi dan sedang,” ujarnya dalam acara peluncuran buku dan talkshow “Dua Dekade Deforestasi di Aceh: Dari Hilangnya Hutan hingga Penurunan Kesejahteraan”, yang digelar di Aula kantor BPS Aceh, Selasa (25/2/2025).
Ia juga menyoroti bahwa banjir menjadi ancaman paling dominan, terutama di Aceh Utara, yang setiap tahun mengalami peningkatan frekuensi kejadian. “Kalau dulu mungkin setahun sekali, sekarang sudah setahun lima kali,” ungkapnya.
Menurutnya, banjir bukan sekadar masalah genangan air, tetapi memiliki dampak ekonomi yang besar bagi masyarakat.
“Banjir ini memang kadang-kadang sepele kalau kita pikir, tapi sebenarnya dampak ekonominya lebih latent. Ia tidak kelihatan langsung, tapi efeknya bisa panjang,” jelasnya.
Dalam kurun waktu 2024, bencana di Aceh telah menyebabkan kerugian ekonomi sebesar Rp123 miliar, dengan 169.159 jiwa terdampak dan lebih dari 4.000 orang terpaksa mengungsi.
Sayangnya, upaya mitigasi bencana di Aceh masih minim. Indeks risiko bencana Aceh pada tahun 2023 tercatat sebesar 146, lebih tinggi dari rata-rata nasional yang berada di angka 144.
“Aceh belum melakukan pengurangan risiko bencana secara signifikan. Kita masih bersifat responsif. Kalau terjadi bencana, baru bertindak. Seharusnya lebih banyak yang bisa kita lakukan sebelum bencana terjadi,” katanya.
Deforestasi di Aceh Meningkat, Risiko Bencana Bertambah
Manager GIS Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA), Luqmanul Hakim, mengungkapkan bahwa berdasarkan data yang dihimpun dalam dua dekade terakhir, sejak 2003 hingga 2023, Aceh telah kehilangan 328.488 hektare hutan, atau hampir 10 persen dari total luas tutupan hutan di provinsi ini.
“Kehilangan tutupan hutan di tahun 2024 meningkat 19 persen dibandingkan tahun 2023, atau setara dengan hampir dua kali luas Kota Banda Aceh,” ungkap Luqmanul.
Ia juga menyoroti bahwa pada tahun 2024 saja, kehilangan tutupan hutan di Aceh mencapai 10.610 hektare. Aceh Selatan tercatat sebagai kabupaten dengan kehilangan tutupan hutan tertinggi selama tiga tahun terakhir.
“Aceh Selatan selalu menjadi kabupaten penyumbang kehilangan tutupan hutan terbanyak dalam tiga tahun terakhir,” jelasnya.
Selain Aceh Selatan, beberapa kabupaten lain yang mengalami deforestasi besar pada 2024 adalah Aceh Timur, Subulussalam, dan Nagan Raya. Dari total kehilangan tutupan hutan pada tahun tersebut, 51 persen terjadi di dalam kawasan hutan lindung dan konservasi, yang seharusnya mendapatkan perlindungan lebih ketat.
“Dugaan kehilangan tutupan hutan tahun 2024 berdasarkan fungsi kawasan, 51 persen terjadi di dalam kawasan hutan,” tegasnya.

Luqmanul juga mengatakan bahwa total kehilangan tutupan hutan di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) Aceh selama 2024 mencapai 5.699 hektare, dengan rata-rata 475 hektare per bulan. Puncak kehilangan tutupan hutan terjadi pada bulan Oktober, dengan luas mencapai 704 hektare.
Aceh Selatan, Aceh Timur, Subulussalam, dan Nagan Raya tercatat sebagai daerah dengan kehilangan tutupan hutan tertinggi pada tahun 2024. Di sisi lain, Aceh Tenggara, Aceh Tamiang, dan Kota Sabang menjadi wilayah dengan angka kehilangan tutupan hutan yang lebih rendah dibandingkan kabupaten lainnya.
Meningkatnya angka kejadian bencana dan laju deforestasi di Aceh menandakan perlunya langkah konkret dalam mitigasi dan perlindungan lingkungan.
Yayasan HAkA menekankan bahwa upaya perlindungan hutan harus diperkuat dengan program reboisasi agar tutupan hutan yang tersisa tetap terjaga.