Bisnisia.id | Aceh Barat – Kabupaten Aceh Barat menghadapi tantangan serius dalam menurunkan angka kemiskinan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh Barat, pada Maret 2024 jumlah penduduk miskin tercatat sebanyak 38,79 ribu orang, menurun sekitar 50 orang dibandingkan Maret 2023. Persentase penduduk miskin juga mengalami penurunan dari 17,86% pada Maret 2023 menjadi 17,6% pada Maret 2024, turun sebesar 0,26 poin persentase.
Faktor Penghambat Penurunan Kemiskinan
Yayuk Eko Wahyuningsih, SE, M.Si, akademisi dan pengamat ekonomi dari Program Studi Ekonomi Pembangunan Universitas Teuku Umar, terdapat berbagai faktor yang menyebabkan lambatnya penurunan angka kemiskinan di Aceh Barat. Salah satu yang paling dominan adalah inflasi yang tidak terkendali.
“Inflasi adalah kenaikan harga barang secara terus-menerus dalam jangka waktu tertentu. Ketika inflasi tinggi, daya beli masyarakat menurun, sehingga pertumbuhan ekonomi terhambat,” ujar Yayuk kepada Bisnisia.id pada Minggu (29/12/2024).
Ketidakstabilan inflasi berdampak langsung pada perekonomian masyarakat. Hal ini menyebabkan pertumbuhan ekonomi menjadi tidak stabil, bahkan stagnan di beberapa sektor. Akibatnya, upaya pengentasan kemiskinan semakin sulit dilakukan secara konsisten.
Selain inflasi, tingginya angka pengangguran juga menjadi salah satu faktor utama yang menghambat penurunan kemiskinan. Yayuk menilai bahwa pemerintah daerah belum mampu menciptakan lapangan kerja yang cukup untuk menyerap tenaga kerja lokal.
“Pengangguran adalah salah satu penyebab utama kemiskinan. Pemerintah belum berhasil menciptakan program yang efektif untuk membuka peluang kerja bagi masyarakat,” tambah Yayuk.

Tantangan di Kelompok Usia Produktif
Yayuk juga menyoroti tingginya jumlah penduduk usia produktif yang tidak bekerja. Banyak kepala keluarga di Aceh Barat yang menanggung beban anggota keluarga usia produktif yang tidak berkontribusi secara ekonomi. Kondisi ini menciptakan ketergantungan tinggi di tingkat rumah tangga, sehingga ekonomi keluarga sulit berkembang.
Lebih lanjut, Yayuk menekankan bahwa angka kemiskinan di Aceh Barat terus berada di atas rata-rata nasional. Ketimpangan ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah masih kesulitan menekan angka kemiskinan hingga mendekati standar nasional.
Investasi Belum Berpihak pada Masyarakat Lokal
Peran investasi di Aceh Barat dalam mengurangi angka kemiskinan juga dinilai belum efektif. Proses rekrutmen tenaga kerja oleh perusahaan sering kali tidak melibatkan masyarakat lokal.
“Banyak investor yang lebih memilih tenaga kerja dari luar daerah, seperti Medan atau Jawa. Akibatnya, masyarakat lokal hanya mendapatkan pekerjaan dengan posisi rendah, seperti satpam atau tukang parkir,” ungkap Yayuk.
Ia menyarankan agar pemerintah daerah bekerja sama dengan perguruan tinggi lokal, seperti Universitas Teuku Umar (UTU) dan STAIN, untuk merekrut lulusan terbaik dari Aceh Barat. Langkah ini diharapkan dapat mengisi posisi strategis di perusahaan yang berinvestasi di daerah tersebut. Sayangnya, upaya ini belum dilakukan secara optimal.
Budaya Kerja dan Dampak Lingkungan
Budaya kerja masyarakat juga menjadi perhatian Yayuk. Banyak lulusan di Aceh Barat enggan menerima pekerjaan di tingkat bawah karena dianggap tidak sesuai dengan ekspektasi mereka.
“Berbeda dengan masyarakat di Jawa yang lebih fleksibel dan mau memulai karier dari bawah, masyarakat di Aceh Barat masih terhambat oleh gengsi,” jelas Yayuk.
Selain itu, aktivitas perusahaan di daerah tersebut sering kali menimbulkan dampak negatif, seperti pencemaran lingkungan akibat limbah industri. Hal ini justru menambah beban bagi masyarakat.
“Kita hanya mendapat dampak negatif dari aktivitas perusahaan, contohnya limbah industri,” tegas Yayuk.

Langkah Solusi yang Diperlukan
Untuk mempercepat penurunan angka kemiskinan di Aceh Barat, Yayuk menegaskan bahwa pemerintah harus mengambil langkah serius dan terarah. Langkah pertama adalah mengendalikan inflasi agar daya beli masyarakat meningkat, yang pada akhirnya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Selain itu, pemerintah juga perlu menciptakan lapangan kerja yang mampu menyerap tenaga kerja lokal secara maksimal.
Kebijakan investasi juga harus diarahkan agar lebih berpihak kepada masyarakat Aceh Barat. Pemerintah perlu memastikan bahwa investor melibatkan tenaga kerja lokal, terutama untuk posisi strategis yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tanpa adanya strategi yang terencana dan kolaborasi antara pemerintah daerah, akademisi, dan sektor swasta, Aceh Barat berisiko terus berada dalam bayang-bayang kemiskinan yang tinggi.