Tidak ada kesuksesan yang datang secara instan. Hal ini dirasakan oleh Wiwid, owner Gallery by WW, sebuah usaha yang bergerak di bidang produksi baby nest. Dengan kerja keras, ketekunan, dan semangat pantang menyerah, Wiwid berhasil membawa usahanya ke tingkat yang lebih tinggi, bahkan hingga menembus pasar internasional.
Berawal dari hobi menjahit sejak kecil, Wiwid (43) yang lebih dikenal dengan WW, owner dari Gallery by WW, kini sukses memproduksi baby nest yang banyak diminati pelanggan. Perjalanan bisnisnya tidak selalu mulus, tetapi dari berbagai tantangan, ia mampu bangkit dan membangun kembali usahanya dengan lebih matang.
“Sejak kecil, saya memang hobi menjahit, nenek saya juga bisa menjahit. Jadi bisa dibilang turun temurun dari keluarga lah. Saya sering mengisi waktu luang dengan menjahit secara otodidak, tanpa kursus atau pembelajaran formal,” ujar Wiwid.
Kecintaan Wiwid terhadap menjahit semakin berkembang ketika ia mulai bereksperimen membuat pakaian sendiri.
“Dulu saya sering membuat baju tanpa pola, hanya sekadar meniru dari baju lain yang sudah di buka jahitannya. Lama-kelamaan saya semakin tertarik dengan berbagai bentuk kerajinan tangan dan seni,” ungkapnya.

Bisnis Wiwid dimulai pada tahun 2010, saat ia dan suaminya tinggal di Gayo Lues karena tugas kerja sang suami.
“Saat itu saya berpikir untuk membuka usaha sendiri. Berhubung saya suka menjahit, saya memutuskan untuk mencoba usaha ini dari nol,” katanya.
Dengan modal awal dari hasil berjualan set penutup dapur dan galon, ia membeli mesin jahit dan bahan-bahan untuk produksi. Namun, memulai usaha di daerah baru bukanlah hal mudah. Terlebih Wiwid hanya sebagai pendatang yang belum mengetahui kondisi pasar di Gayo Lues.
“Saya tidak tahu bagaimana pasar di sana. Waktu itu belum ada media sosial seperti sekarang kayak Facebook atau TikTok. Pemasaran hanya dari mulut ke mulut dan melalui status BBM,” kenangnya.
Meski demikian, usahanya berkembang dan mendapatkan pelanggan setia, terutama dari teman-temannya di Meulaboh.
Selama lima tahun menjalankan bisnis di Gayo Lues, Wiwid sempat merasakan kejayaan.
“Alhamdulillah berkembang lah pelanggan banyak, dan bisnis juga berjalan lancar,” tuturnya.
Namun, badai pun datang ketika ia mengalami kebangkrutan.
Tahun 2014 menjadi masa terberat bagi Wiwid. Kesalahan dalam manajemen keuangan dan stok bahan membuatnya mengalami kerugian besar.
“Di Gayo Lues, sulit mendapatkan bahan produksi, disana waktu itu belum ada toko-toko kain kayak di Banda Aceh, belum banyak konveksi juga. Saya harus ke Medan sebulan dua kali untuk belanja kain dan perlengkapan lainnya,” jelasnya.
Lihat postingan ini di Instagram
Ia mengaku masih kurang memahami strategi bisnis yang baik, sehingga banyak pengeluaran tidak terkontrol.
“Setiap belanja ke Medan, saya menghabiskan banyak uang untuk hotel dan keperluan pribadi. Selain itu, saya juga membeli bahan dalam jumlah besar untuk stok, beli kainnya 1 warna 1 ball. Namun, ketika ada pesanan warna tertentu yang tidak tersedia, saya harus belanja lagi, sehingga modal terus terkuras. Pokoknya tekorlah waktu tu,” ungkapnya.
Akibatnya, Wiwid mulai mengalami kesulitan keuangan. Ia akhirnya terpaksa berutang kepada rentenir untuk menutupi kebutuhan produksi.
“Awalnya lancar, tapi lama-kelamaan utang semakin menumpuk. Saya sampai harus menjual rumah di Melaboh untuk melunasi utang tersebut,” katanya.
Kebangkrutan ini membuat Wiwid harus menjual seluruh aset bisnisnya, termasuk mesin jahit dan bahan produksi. Tahun 2014, sang suami dipindahkan tugas ke Bireuen dan Ia pun kembali ke nol dan tinggal sementara di rumah mertua di Bireuen.
“Semua aset saya jual, termasuk rumah yang di Meulaboh. Waktu itu suami saya pindah ke Bireuen dan kami numpang tinggal di rumah mertua waktu itu,” ujarnya.
Sempat memulai lagi usahanya dari nol menjual set alat dapur selama 2 tahun, hingga sang suami dipindahkan tugas ke kota yang lain. Hingga akhirnya pindah dan menetap di Banda Aceh dan kembali menjalani bisnis baru yaitu dengan menjual tahu crispy dan bumbu rujak.
“Kenapa bisa beli rumah disini, karena saya sering lewat sini jenguk anak saya yang di pesantren. Akhirnya, saya memutuskan untuk membeli rumah di sini dan kembali membangun usaha dengan lebih serius. Karena ngerasa disini prospeknya juga bagus,” ceritanya.
Awal membangun usahanya di Banda Aceh, Wiwid sempat terpikir untuk beralih bisnis. Menurutnya, bisnis menjahit tidak menguntungkan. Ia pun terpikir untuk beralih ke bidang makanan.
“Karena saya ngira kalau menjahit gak ada uangnya, akhirnya saya jualan tahu crispy 1 cup 5 ribuan dulu. Dan saya titip ke tetangga saya yang ngajar di Fakultas Kedokteran USK agar diletakkan di kantin,” kenangnya.
Tak berhenti sampai disitu, ia juga menjual bumbu rujak yang bermula dari kumpul arisan bersama tetangganya.
“Tiba-tiba kan ibu-ibu ini buat arisan nih dirumah. Jadi pas arisan saya buat lah rujak. Rupanya banyak yang suka bumbu rujak saya. Kemudian saya jual dan booming waktu itu pengiriman udah seluruh Indonesia. Karena waktu itu trauma menjahit,” ungkapnya.
Di sela-sela berjualan bumbu rujak, ia mendapat pesan dari temannya yang akan melahirkan anak ketiga untuk dijahitkan bantal bayi. Karena berniat membantu akhirnya Wiwid menerima tawaran temannya.

“Waktu itu dia suruh buat sarung bantal dan selimut bayi. Waktu itu saya kasih harga di bawah seratus,” ceritanya.
Berawal dari membantu temannya hingga akhirnya ia mendapat orderan dari sanak saudaranya dan teman-temannya. Di tahun 2018, Gallery by WW hadir dengan memproduksi set baby nest.
Ia mengungkapkan bahwa dalam bisnis, perputaran uang sangat cepat.
“Misalnya hari ini ada uang 10 juta, besok harus belanja bahan 8 juta atau 7 juta. Sisanya mungkin 3 atau 4 juta, tapi itu belum termasuk biaya operasional dan gaji karyawan,” ujarnya.
Ia menegaskan pentingnya ketekunan dan strategi dalam mengelola keuangan usaha.
Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi Wiwid saat memproduksi baby nest adalah persaingan tidak sehat. Ia pernah mengalami kejadian di mana seseorang yang awalnya bekerja dengannya justru membuka usaha serupa secara diam-diam tanpa izin.
“Sakit hati? Pastilah. Tapi ya sudah, ikhlaskan saja. Kalau mau buka usaha seperti punya orang lain, lebih baik izin dulu. Itu namanya etika berbisnis,” jelasnya.
Menurutnya, banyak orang yang mencoba meniru produk dan pola bisnisnya, bahkan ada yang membeli produknya hanya untuk membongkar dan meniru desainnya.
“Kalau mereka beli dulu, ya tidak masalah. Tapi kalau datang, bekerja, lalu mencuri ide dan pola, itu tidak etis,” tegasnya.
Meski sempat terpukul, Wiwid memutuskan untuk bersabar. Ia memilih untuk tidak membalas dendam dan menyerahkan segalanya kepada Tuhan.
“Kalau ada yang menikung kita, mengkhianati kita, nggak usah dibalas. Biar Allah aja yang balas,” katanya penuh keyakinan.
Setelah lima bulan berjuang, perlahan usaha Wiwid kembali bangkit. Ia bahkan berhasil merenovasi tempat usahanya dan meningkatkan produksinya.
“Nggak tahu dari mana uangnya, tiba-tiba semuanya bisa berjalan lancar,” ungkapnya penuh syukur.
Kini, dengan brand Gallery by WW, Wiwid fokus memproduksi baby nest, yang semakin diminati banyak pelanggan. Saat ini, Gallery by WW mampu memproduksi hingga 100 set baby nest per bulan. Dengan harga berkisar antara Rp1,5 juta hingga Rp4,5 juta per set dengan jumlah karyawan yang bertambah menjadi sekitar 13-14 orang. Omzet kotor yang dihasilkan mencapai lebih dari Rp100 juta per bulan.
“Pasar baby nest itu luas, apalagi sekarang banyak orang yang lebih memilih jadi pengusaha daripada menjadi PNS,” kata Wiwid.
Selain pasar lokal, permintaan dari luar negeri juga terus meningkat, terutama dari Malaysia dan Singapura. Namun, tantangan terbesar dalam ekspansi internasional adalah biaya pengiriman yang cukup mahal.
“Pernah ada yang beli dari Singapura, harga produknya Rp1,5 juta, tapi ongkirnya Rp1,3 juta. Jadi orangnya malah tekor. Ini yang jadi pertimbangan besar kami dalam ekspansi ke luar negeri,” ungkapnya.
Meski demikian, produk baby nest dari Gallery by WW sudah banyak diminati oleh Tenaga Kerja Wanita (TKW) di luar negeri, terutama dari Taiwan dan Malaysia. Mereka sering membeli produk Wiwid dan mengirimkannya ke keluarga mereka di Indonesia.

“Di TikTok, produk kami sudah banyak dikenal. Permintaan dari luar negeri semakin tinggi, hanya saja kami masih mencari cara agar biaya pengiriman lebih efisien,” tambahnya.
Ke depan, Wiwid berharap bisa terus mengembangkan bisnisnya, memperluas pasar, dan meningkatkan kualitas produknya. Ia juga berharap ada solusi untuk biaya pengiriman yang lebih murah agar produknya bisa lebih mudah diakses oleh pelanggan di luar negeri.
“Kunci utama dalam bisnis adalah tekun, konsisten, dan selalu semangat. Jangan takut gagal, karena dari kegagalan kita bisa belajar dan berkembang lebih baik lagi,” pungkasnya.
Kisah pahitnya memulai usaha dari tahun 2010 juga ia jadikan pelajaran dalam membangun bisnis sekarang, termasuk bagaimana lebih selektif dalam merekrut pekerja dan memilih bahan.
“Pelajaran dari masa lalu membuat saya lebih bijak dalam mengelola bisnis. Sekarang, saya lebih selektif dalam stok bahan dan tidak lagi belanja berlebihan,” tegasnya.