Sepulang dari Malaysia pada tahun 2012, Rahmad Kudri (52) membawa sebuah ide yang sederhana namun besar dampaknya. Selama tinggal di sana, ia melihat betapa produk kelapa muda dapat diolah menjadi minuman kemasan yang praktis, higienis, dan menarik.
Butuh waktu sekitar 4 tahun untuk menggagas usaha yang dinamakan Indatu D’Coco, sebuah usaha berbasis kelapa muda yang beralamat di Panteriek, Lueng Bata kini menjadi ikon produk kemasan khas Aceh.
Bermula dengan modal terbatas dan keyakinan kuat, Rahmad memulai usaha ini di Banda Aceh hingga bisa menjadi orang pertama yang memperkenalkan produknya ke kalangan luas.
“Saat itu, saya berpikir, mengapa kelapa muda hanya dijual begitu saja tanpa nilai tambah? Padahal, Aceh adalah salah satu daerah dengan hasil kelapa melimpah,” kenang Rahmad.
Langkah pertama Indatu D’Coco tidaklah mudah. Rahmad memulai dengan menjual kelapa muda menggunakan motor tua. Ia berkeliling ke berbagai lokasi wisata di Banda Aceh untuk memperkenalkan produk ini. Hingga akhirnya ia bisa menitipkan minuman kelapa kemasan ke beberapa kafe lokal dan supermarket yang ada di Banda Aceh dan Medan.
Namun, respons pasar awalnya cukup beragam. Banyak yang mempertanyakan harga kelapa muda dalam kemasan, yang dianggap lebih mahal dibandingkan dengan kelapa segar biasa. Ia menjualnya ke café dengan harga Rp 18.000 rupiah per kelapa dan Rp 5.000 rupiah untuk ukuran cup minuman.
“Ini tantangan terbesar saya, bagaimana meyakinkan pasar bahwa produk ini tidak hanya praktis, tapi juga lebih higienis. Bahkan di supermarket saja harga 1 ukuran kelapa bisa mencapai 30 ribu. Awalnya sulit meyakinkan konsumen kenapa kelapa ini mahal apalagi kalau sudah masuk ke café-café,” ujarnya, Sabtu (18/1/2025).
Selain itu, munculnya kompetitor yang menjual produk serupa dengan harga lebih murah juga menjadi tantangan tersendiri dalam bisnis ini.
“Beberapa dari mereka adalah mantan karyawan kami. Tapi kami tetap menjaga standar harga agar konsumen mendapat produk yang berkualitas,” katanya.
Menurutnya, packaging yang menarik akan mempengaruhi daya jual. Semakin menarik packagingnya semakin meningkat harganya. Maka dari itu, kini Rahmad terus memperbaiki produknya, mulai dari rasa, kemasan, hingga strategi pemasaran. Ia sadar, tanpa inovasi, sulit untuk bertahan di tengah persaingan.
Pada 2018, Indatu D’Coco mulai menarik perhatian publik setelah diliput oleh sebuah stasiun televisi nasional. Produk ini juga mulai masuk ke kota-kota besar seperti Medan.
Pandemi Covid-19 yang melanda pada 2020 menjadi ujian berat bagi Indatu D’Coco. Cabang-cabang di luar Aceh seperti Pekanbaru, Batam, Jakarta, Jogja terpaksa tutup karena penurunan permintaan. Namun, alih-alih menyerah, Rahmad menjadikan masa sulit itu sebagai peluang untuk berbenah.
“Kalau sekarang kami hanya memproduksi sekitar 150 pcs kelapa, beda waktu sebelum covid sekitar tahun 2018-2019 itu bisa sampai 300 pcs per harinya,” kata Rahmad.
Setelah pandemi mereda, Indatu D’Coco perlahan bangkit. Cabang di Medan kembali dibuka, dan Rahmad mulai merancang strategi baru untuk memperluas jangkauan pasar.
Hingga akhirnya usaha Rahmad dilirik oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) dan mendapat Dukungan dari PT Pembangunan Aceh (PEMA). Hal ini menjadi momentum besar bagi Indatu D’Coco.
Lihat postingan ini di Instagram
Dengan dana yang diberikan oleh instansi tersebit, Rahmad mampu meningkatkan kapasitas produksi, termasuk membeli mesin kemasan modern yang membantu mempercepat proses pengolahan.
“PEMA dalam membina itu mereka melihat kualiti, bukan kuantiti. Dan sekarang kita lagi memesan mesin potong kelapanya dan mesin packagingnya dari China agar produk yang kita hasilkan ini lebih mudah masuk pasar dan lebih menarik konsumen,” ungkapnya.
Menurut Rahmad, langkah PT PEMA mendukung UMKM di Aceh adalah upaya yang sangat positif bahkan tanpa memandang usia, yang dilihat hanyalah produk dari UMKM tersebut.
“Banyak instansi yang sekarang fokus memberikan pelatihan dan bantuan kepada pelaku UMKM. PEMA ini bagus ga pandang usia, saya yang usianya sudah 50an bisa juga asal mau berkembang di bisnis yang saya geluti. Saya kira ini adalah kemajuan besar yang perlu diapresiasi,” ujar Rahmad.
Meskipun awalnya ia memulai dengan modal sendiri dan mengambil beberapa pinjaman dari Bank Aceh dan Telkom tapi hingga akhirnya bisa berkembang dengan modal sendiri.
“Modal pertama memang modal sendiri, waktu awal-awal. Kemudian 2017 pernah dapat modal dari Telkom. Tapi artinya pinjaman, bukan modal cuma-cuma, tapi semuanya sudah kita kembalikan tidak ada sangkut paut lagi,” katanya.
Kini, Indatu D’Coco memiliki 4 pekerja yang terdiri dari 2 orang di Banda Aceh dan 2 orang di Medan yang bertugas untuk mendistribusikan produknya ke supermarket.
Dengan 2 varian rasa original dan kelapa jellynya, Indati D’Coco terus diminati oleh pasar lokal, dan Rahmad pun mulai melirik peluang ekspor.
“Kami berharap kedepan produk kami bisa untuk ekspor keluar. Karena sekarang kendalanya adalah di container yang harganya mahal, tapi kami sedang mengusahakan agar bisa ekspor kedepannya. Ini adalah langkah besar, saya yakin Aceh punya potensi besar di pasar global walaupun produk yang ditawarkan hanya produk kelapa,” katanya dengan penuh semangat.
Bagi Rahmad, Indatu D’Coco bukan sekadar bisnis. Ia ingin usahanya membawa dampak positif bagi masyarakat Aceh. Terlebih usaha kelapa ini bukan usaha musiman yang sulit dicari bahan bakunya.
“Karena juga prinsipnya usaha ini, artinya bisnis kelapa ini kan dari zaman nenek moyang sudah ada. Dan sampai kapan pun tetap ada. Bukan bisnis musiman istilahnya. Tinggal lagi ada inovasi-inovasi dari kita selaku pebisnis,” pungkas Rahmad.
Komitmen PT PEMA
Humas PT Pembangunan Aceh (PEMA), Cut Nanda Risma Putri menuturkan pihaknya dengan bangga mengumumkan bahwa ada dua UMKM dari Aceh yang telah berhasil meraih dana binaan melalui program pembinaan dan pengembangan UMKM yang mereka selenggarakan. Program ini merupakan bagian dari komitmen kami untuk mendukung pertumbuhan ekonomi lokal dan meningkatkan daya saing UMKM di Aceh.
“Kami percaya bahwa UMKM adalah pilar penting dalam pembangunan ekonomi, dan melalui bantuan dana ini, kami berharap dapat memberikan sumber daya yang diperlukan agar pelaku UMKM dapat memperluas kapasitas produksinya, meningkatkan kualitas produk, dan memperkenalkan hasil karyanya lebih luas lagi, baik di pasar domestik maupun internasional,” kata Cut.
PT PEMA akan terus mendukung dan berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk menciptakan ekosistem bisnis yang kondusif bagi UMKM di Aceh. “Kami berharap keberhasilan ini dapat menjadi inspirasi bagi lebih banyak pelaku UMKM untuk terus berinovasi dan maju,” ujar Cut.