Bisnisia.id | Aceh Tamiang – Perkebunan kelapa sawit seluas 7.530 hektare milik PTPN di Aceh Tamiang belum memiliki sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). Hal ini melanggar kewajiban yang diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 38 Tahun 2020 dan Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2020, yang mewajibkan seluruh perusahaan perkebunan kelapa sawit memiliki sertifikat ISPO. Ketidakpatuhan terhadap peraturan ini dapat dikenakan sanksi berupa perjanjian tertulis, penghentian sementara, hingga pencabutan izin usaha.
Kabid Perkebunan Distanbunnak Aceh Tamiang, Edward Fadli Yukti atau Edo membenarkan bahwa perkebunan PTPN di wilayah tersebut belum mengantongi sertifikat ISPO. Menurutnya, kewajiban ISPO adalah amanah dari regulasi yang bertujuan memastikan pengelolaan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan, termasuk yang didanai oleh APBN, APBD, atau sumber lain yang sah. Ketidakpatuhan terhadap kewajiban ini menjadi perhatian serius bagi pihak terkait.
Dari sisi ekonomi, Edo menekankan bahwa sertifikasi ISPO dapat meningkatkan daya saing harga minyak sawit mentah (CPO) di pasar internasional. Tanpa sertifikasi ini, distribusi ke luar daerah menjadi sulit, dan harga komoditas cenderung turun, yang pada akhirnya merugikan daerah. Sertifikasi ISPO tidak hanya meningkatkan nilai produk tetapi juga membuka peluang pasar yang lebih luas bagi produsen kelapa sawit.
Selain itu, Edo menyoroti dampak lingkungan dari pengelolaan perkebunan tanpa sertifikasi ISPO. Sertifikasi ini memastikan bahwa pengelolaan dilakukan sesuai standar lingkungan untuk mencegah kerusakan ekosistem sekitar. Tanpa pengawasan yang mampu, risiko kerusakan lingkungan akibat aktivitas perkebunan kelapa sawit menjadi semakin besar. Oleh karena itu, ia berharap perusahaan segera memenuhi kewajiban sertifikasi demi keinginan ekonomi dan lingkungan.
Baca selengkapnya di KABARTAMIANG.COM